SUBYEK DAN OBYEK HUKUM

A.   SUBJEK HUKUM

Subjek Hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Subjek hukum terdiri dari Orang dan Badan Hukum. Subjek hukum dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

  1. Subjek Hukum Manusia (orang)
    Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia. Selain itu juga ada manusia yang tidak dapat dikatakan sebagai subjek hukum. Seperti :

    1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
    2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1330, mereka yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan hukum ialah:

  1. Orang yang belum dewasa.
  2. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele), seperti orang yang dungu, sakit ingatan, dan orang boros.
  3. Orang perempuan dalam pernikahan (wanita kawin)

2. Subjek Hukum Badan Usaha

Adalah sustu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :

1. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya

 2. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.

Badan hukum sebagai subjek hukum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a.  Badan hukum publik, seperti negara, propinsi, dan kabupaten.

b. Badan hukum perdata, seperti perseroan terbatas (PT), yayasan, dan koperasi

B.   OBJEK HUKUM

Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum dapat berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki serta bernilai ekonomis.
Jenis objek hukum berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni:

1.    Benda Bergerak

Adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud.

2.    Benda Tidak Bergerak

Adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik/lagu.

 

 C.  Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)

Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian). Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit). Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.

Macam-macam Pelunasan Hutang Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus :

  1. Jaminan Umum

Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal1132 KUH Perdata.Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang adamaupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya.Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain:

a. Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).

b.Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.

    2. Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik,dll.
1.   Gadai
Dalam pasal 1150 KUH perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atassuatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanyauntuk menjamin suatu hutang.Selain itu memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barangtersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barangdan biaya yang telah di keluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu didahulukan. Sifat-sifat Gadai yakni:
a. Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
b. Gadai bersifat accesoir
2.   Hipotik
Hipotik berdasarkan pasal 1162 KUH perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak  bergerak untuk mengambil pengantian dari padanya bagi pelunasan suatu perhutangan(verbintenis). Sifat-sifat hipotik yakni:
1. Bersifat accesoir.
2. Mempunyai sifat zaaksgevolg  (droit desuite), yaitu hak hipotik senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapa pun benda tersebut berada dalam pasal 1163 ayat 2KUH perdata .
3. Lebih didahulukan pemenuhanya dari piutang yang lain (droit de preference) berdasarkan pasal 1133-1134 ayat 2 KUH perdata.
4.Obyeknya benda-benda tetap.

EKONOMI KOPERASI

Koperasi Terang Makmur Jaya

download

NAMA KELOMPOK :

– AKHMAD SYAHRONI

– HADI WAHYU .N

– MELYSA ARISTIA

– REGINA OLIFIA

FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI

UNIVERSITAS GUNADARMA

2015 / 2016

Pengertian Koperasi

Secara bahasa, koperasi berasal dari dua suku kata bahasa inggris, yaitu ‘co‘ dan ‘operation‘. Co berarti bersama, dan operation berarti bekerja. Sehingga dapat diartikanco-operation (koperasi) adalah melakukan pekerjaan secara bersama (gotong-royong). 

Secara istilah, pengertian koperasi adalah dadan usaha yang memiliki anggota orang atau badan hukum yang didirikan dengan berlandaskan asas kekeluargaan serta demokrasi ekonomi. Koperasi merupakan produk ekonomi yang kegiatannya menjadi gerakan ekonomi kerakyatan, dan berjalan dengan prinsip gotong-royong.

Sejarah Berdirinya Koperasi Terang Makmur Jaya

Berdirinya koperasi terang makmur jaya didirikan atas izin; 42/BH/DISPERINDAGKOP/VII /2012. Koperasi simpan pinjam ini adalah sebuah lembaga non bank yang pendiriannya didasarkan atas kesepakatan para anggota untuk mendirikan lembaga ini. 

Alamat Koperasi

JL K.H Noer Ali No 41 A Kalimalang – Bekasi

Telp : 02188950011

Visi dan Misi Koperasi

Visi:

Menjadi koperasi terbaik milik bangsa dengan mengembangkan potensi ekonomi rakyat menuju sejahtera bersama.

Misi:

  1. Mengelola usaha koperasi secara profesional berbasis teknologi terkini.
  2. Melakukan inovasi terus menerus untuk memperkuat exsistensi dan kompetensi koperasi.
  3. Memberikan pelayanan prima untuk kepuasan masyarakat sebagai anggota / calon anggota koperasi.

Motto : Kita sejahtera bersama didalam memajukan koperasi.

Struktur organisasi :

– Ketua : Wawan harjono

– Sekertaris : Ghina yuanita

– Bendahara : Shantia pardiles

– Manager cabang : Yanto hakim

– Divisi keuangan : Natalia christianti

– Divisi administrasi : Samuel matthew

 Nama Pendiri dan Staff :

Pendiri Koperasi Simpan Pinjam : Bapak Dedi.

Staff Adminsitrasi Koperasi Simpan Pinjam : Bapak Norman.

Komitmen

Bahwa koperasi terang makmur jaya di dirikan atas kepedulian para anggota untuk mengembangkan kinerja dari setiap anggota koperasi agar memiliki pengalaman serta kemampuan dengan suatu kerja keras yang maksimal.

Tugas dan Wewenang

  • Pimpinan : memantau kinerja semua karyawan dan mengetahui perkembangan koperasi.
  • Pengawasan Kredit : wajib mengetahui laporan per bulan yang terjadi di koperasi.
  • Administrasi : Mengatur surat – menyurat yang ada di koperasi, mengarsipkan dokumen – dokumen penting Koperasi, memonitor kebutuhan Rumah Tangga.
  • Kasir : bertanggung jawab atas keluar masuknya uang, membuat tanda bukti keluar masuknya uang di dalam koperasi.
  • Marketing : mencari nasabah yang ingin bergabung dengan Koperasi Simpan Pinjam.
  • Kolektor : menangani nasabah yang bermasalah / kredit macet.

Hak dan Kewajiban Koperasi

  1. Hak Anggota :
  • Menghadiri, menyatakan pendapat dan memberikan suara dalam rapat anggota.
  • Memilih pengurus dan pegawai.
  • Dipilih sebagai pengurus dan pegawai.
  • Meminta diadakannya rapat anggota.
  • Mengemukakan pendapat kepada pengurus di luar Rapat Anggota, baik diminta ataupun tidak.
  • Memanfaatkan pelayanan koperasi dan mendapatkan pelayanan yang sama dengan anggota lain.
  • Mendapatkan keterangan mengenai perkembangan koperasi.

2. Kewajiban Anggota :

  • Menanandatangani perjanjian kontrak kebutuhan sehingga anggota benar-benar sebagai pasar tetap dan potensial bagi koperasi.
  • Menjadi pelanggan tetap.
  • Memodali Koperasi.
  • Mengembangkan dan memelihara kebersamaan atas dasar kekeluargaan.
  • Menjaga kerahasiaan perusahaan dan organisasi Koperasi kepada pihak luar.
  • Menanggung kerugian yang diderita koperasi sebatas modal yang disetor.

Jenis-jenis pembiayaan :

  1. Modal sendiri berasal dari:
  • Simpanan pokok.
  • Simpanan wajib.
  • Simpanan sukarela.
  • Dana cadangan.
  • Hibah.

2. Modal pinjaman berasal dari:

  • Pinjaman dari anggota koperasi itu sendiri.
  • Pinjaman dari bank.
  • Pinjaman dari anggota koperasi lain.

Cara peminjaman pada koperasi simpan pinjam

Cara yang dilakukan untuk meminjam dana dari koperasi adalah dengan memberikan jaminan kepada lembaga tersebut yang berupa jaminan BPKB serta surat jaminan lainnya untuk memperlancar transaksi peminjaman.

PEREKONOMIAN INDONESIA PADA ZAMAN SOEHARTO

PEREKONOMIAN INDONESIA ZAMAN SOEHARTO

     Pada maret 1966 Indonesia memasuki pemerintahan orde baru dan perhatian lebih ditujukan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan ekonomi dan sosial, dan juga pertumbuhan ekonomi yang berdasarkan system ekonomi terbuka sehingga dengan hasil yang baik membuat kepercayaan pihak barat terhadap prospek ekonomi Indonesia.

   Sebelum rencana pembangunan melalui Repelita dimulai, terlebih dahulu dilakukan pemulihan stabilitas ekonomi, social, dan politik serta rehabilitasi ekonomi di dalam negeri. Selain itu, pemerintah juga menyusun Repelita secara bertahap dengan target yang jelas, IGGI juga membantu membiayai pembangunan ekonomi Indonesia.

        Dampak Repelita terhadap perekonomian Indonesia cukup mengagumkan, terutama pada tingkat makro, pembangunan berjalan sangat cepat dengan laju pertumbuhan rata-rata pertahun yang relative tinggi. Keberhasilan pembangunan ekonomi di Indonesia pada dekade 1970-an disebabkan oleh kemampuan kabinet yang dipimpin presiden dalam menyusun rencana, strategi dan kebijakan ekonomi, tetapi juga berkat penghasilan ekspor yang sangat besar dari minyak tahun 1973 atau 1974, juga pinjaman luar negeri dan peranan PMA terhadap proses pembangunan ekonomi Indonesia semakin besar.

  1. REPELITA I

TUJUAN : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan yang menekankan pada bidang pertanian untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam tahap berikutnya.

SASARAN : pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik berat Pelita I adalah pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.

KEBIJAKAN :

  1. Memberikan bibit unggul kepada petani dan melakukan beberapa eksperimen untuk mendapatkan bibit unggul yang tahan hama tersebut.
  2. Memperbaiki infrastuktur yang digunakan oleh sektor pertanian seperti jalan raya, sarana irigasi sawah dan pasar yang menjadi tempat dijualnya hasil pertanian.
  3. Melakukan transmigrasi agar lahan yang berada di kalimantan, sulawesi, maluku dan papua dapat diolah agar menjadi lahan yang mengahasilkan bagi perekonomian.

SEJARAH SINGKAT REPELITA 1

       REPELITA I ini merupakan lam­- piran dari Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia di   depan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 15 Agus­tus 1974.Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XLI/MPRS/1968 dibentuklah Kabinet Pemba­-  ngunan dengan tugas pokok melaksanakan Panca Krida.

     Dalam rangka melaksanakan krida ke-2 dari Panca Krida Kabinet Pembangunan, yaitu menyusun dan melaksanakan  Rencana Pembangunan Lima Tahun, maka Pemerintah menyu-­      sun suatu rencana pembangunan yang dituangkan dalam Ke­putusan Presiden No. 319 tahun 1968 dan yang disebut  Rencana Pembangunan Lima Tahun I atau Repelita I.

     Pelaksanaan Repelita I dimulai pada 1 April 1969 berte­patan dengan dimulainya tahun anggaran baru1969/70,dan dan berakhir pada 31 Maret 1974 bertepatan dengan berakhirnya tahun anggaran 1973/74 Dengan demikian maka Repelita I meliputi tahun anggaran 1969/70 sampai dengan tahun  ang­garan 1973/74.

    Pelaksanaan Repelita I setiap tahunnya dituangkan ke dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sehingga pelaksanaan tahun demi tahun termasuk penyediaan biayanya terlebih dahulu disetujui oleh Dewan   Perwakilan   Rakyat dalam bentuk Undang-undang.

            2.  REPELITA II

TUJUAN : untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat dan meletakkan landasan  yang  kuat   untuk   tahap   pembangunan   berikutnya. 

SASARAN : Pengembangan sektor pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Selain itu sasaran Repelita II ini juga perluasan lapangan kerja 

KEBIJAKAN :

  1. Pemerataan kesempatan kerja,
  2. Pengembangan golongan ekonomi lemah dalam rangka pemerataan kesempatan berusaha,
  3. Pengembangan koperasi,
  4. Transmigrasi
  5. Investasi Pemerintah yang dilaksanakan melalui anggaran pembangunan negara.
  6. Menerapkan prinsip anggaran berimbang
  7. Pengadaan program padat karya

SEJARAH SINGKAT REPELITA II

       Laporan ini berisikan hasil pelaksanaan pembangunan selama  lima tahun periode Repelita  II yang berlangsung dari tanggal 1 April 1974 sampai dengan tanggal 31 Maret 1979 dan merupakan lampiran dari Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia di depan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 16 Agustus 1979.

        Hasil pelaksanaan dari masing-masing empat tahun pertama Repelita II telah disampaikan sebagai lampiran Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia setiap tanggal 16 Agustus. Laporan kali ini tidak hanya melaporkan hasil pelaksanaan selama tahun terakhir 1978/79, tetapi juga mengenai keseluruhan hasil pelaksanaan selama lima tahun dari tahun anggaran 1974/75 sampai dengan tahun ang¬garan 1978/79.

    Sesuai dengan GBHN maka tujuan Repelita II adalah meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat dan meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan Repelita III dan selanjutnya. Di dalam mencapai tujuan tersebut Repelita II melanjutkan    usaha yang telah dijalankan selama Repelita I. Di samping itu Repelita II juga mulai menggarap secara lebih dalam masalah-masalah yang sejak semula disadari belum terpecahkan dalam Repelita I misalnya masalah perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, pemerataan pendapatan dan hasil-hasil pembangunan, masa¬lah pendidikan, kesehatan, koperasi, transmigrasi dan lain-lain.

      Segala usaha yang dijalankan selama Repelita II ke arah tujuan seperti tersebut di atas tetap dilaksanakan secara bertahap, terpadu dan terus menerus dan selalu berlandaskan pada Trilogi Pembangunan yaitu pemerataan pembangunan menuju terwujudnya keadilan sosial, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Ketiga unsur Trilogi Pembangunan ini tetap diusahakan di dalam suatu keseimbangan yang serasi tanpa ada unsur yang dikorbankan. Usaha ini selama Repelita II ternyata bukanlah hal yang mudah oleh karena banyaknya tantangan-tantangan yang dihadapi baik yang bersumber dari luar negeri oleh karena berbagai krisis ekonomi dunia maupun yang bersumber dari dalam negeri seperti krisis keuangan Pertamina dan hambatan-hambatan dalam produksi pangan.

PRESTASI REPELITA I & II

  1. Pertumbuhan ekonomi 6 persen per tahun
  2. Investasi meningkat dari 11 persen menjadi 24 persen dari PDB selama 10 tahun
  3. Kontribusi tabungan meningkat dari 23 persen menjadi 55 persen, sumber penghasilan utama devisa adalah ekspor minyak bumi kurang lebih 2/3 dari total penerimaan
  4. Inflasi rata-rata 17 persen
  5. Porsi pelunasan hutang 9,3 persen dan 11,8 persen dari pengeluaran kondisi Boom minyak tahun 1973 dan 1978
  6. Kebijakan devaluasi rupiah dari Rp 415 menjadi Rp 625/$

KESIMPULAN : Dari hasil yang di torehkan oleh program Repelita 1 dan 2 pemerintah dan masyarakat Indonesia patut bangga karena hasil yang di capai sudah lumayan memuaskan dibandingkan tahun sebelum diadakannya program ini.

  1. REPELITA III 

     Pada Repelita III prioritas utama pemerintahan dalam rencana pembangunan perekonomian indonesia terletak pada sektor pertanian dimana sektor ini ditujukan pada swasembada pangan. Selain itu juga dilakukan peningkatan pada sektor industri yang mengelola bahan baku menjadi barang jadi. Kebijakan pembangunan ini berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pokok dan penyediaan lapangan kerja . Kewenangan pengelolaan dana pembangunan disentralisasikan oleh departemen / LPND teknis melalui dokumen DIP dan desentralisasi oleh daerah melalui dokumen SPABP. Untuk mekanisme penyaluran dana pembangunan melalui sentarlisasi DIP dan anggaran didaerahkan (SPABP). adapun mekanisme perencanaan pembangunan yaitu TOP DOWN TRANSISI BOTTOM UP . Untuk arah kebijakan program pembangunan pada masa ini yaitu berarah ke pembangunan sektor .

    Jadi dapat disimpulkan bahwa pada tahun 1979-1984 atau pada masa Repelita III pemerintah memfokuskan rencana pembangunan perekonomian pada sektor pertanian yang menuju swasembada pangan dan industri pengolahan bahan baku menjadi barang jadi. Di awali pertumbuhan ekonomi amat tinggi pada tahun 1980-1981 (1981 : 11%) dan kemudian merosot menjadi 2,2 persen pada tahun 1982 . dan untuk mennagulangi resesi ekonomi (kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun) dengan program deregulasi dan liberalisasi (1983-1988).

       Pada awal orde baru, strategi pembangunan di Indonesia lebih diarahkan pada tindakan pembersihan dan perbaikan kondisi ekonomi yang mendasar, terutama usaha untuk menekan laju inflasi yang sangat tinggi. Strategi-strategi tersebut kemudian dipertegas dengan ditetapkannya sasaran-sasaran dan titik berat setiap Repelita (REPELITA atau Rencana Pembangunan Lima Tahun adalah satuan perencanaan yang dibuat oleh pemerintah orde baru di Indonesia) yakni:

  •  Repelita III (1 April 1979 hingga 31 Maret 1984)
    Titik Berat Repelita III: Pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang selanjutnya. Menekankan bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor.
    Pertumbuhan perekonomian periode ini dihambat oleh resesi dunia yang belum juga berakhir. Sementara itu nampak ada kecendrungan harga minyak yang semakin menurun khususnya pada tahun-tahun terakhir Repelita III. Menghadapi ekonomi dunia yang tidak menentu, usaha pemerintah diarahkan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah, baik dari penggalakan ekspor mapun pajak-pajak dalam negeri.

Dalam Repelita III unsur pemerataan lebih ditekankan dengan tetap memperhatikan “logi” lainnya melalui kebijaksanaan delapan jalur pemerataan yang intinya adalah:

  • Pemerataan kebutuhan pokok rakyat , terutama pangan, sandang, dan perumahan.
  • Pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, pelayanan kesehatan.
  • Pemerataan pembagian pendapatan.
  • Pemerataan perluasan kesempatan kerja.
  • Pemerataan usaha, khususnya bagi golongan ekonomi lemah.
  • Pemerataan kesempatan berpartisipasi, khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
  • Pemerataan pembangunan antar daerah.
  • Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

Pada akhir tahun Repelita III perkembangan yang terjadi di lingkup Internasional adalah bahwa nilai dollar menguat, tingkat bunga riil di AS menguat, dana mengalir ke AS, likuiditas Internasional meningkat dan semakin beratnya beban utang negara-negara yang sedang berkembang.

  1. REPELITA IV

      Pada periode Pelita IV ini, letak titik beratnya hampir sama dengan periode Pelita III. Hanya saja yang membedakan adalah kalau di Pelita III lebih menekankan pada industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi. Sedangkan pada periode Pelita IV ini lebih ditekankan pada “meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun ringan. Selain itu, yang ditargetkan dalam periode Pelita IV ini adalah dilakukannya program KB dan rumah untuk keluarga.

     Pada periode Pelita IV ini, swasembada pangan dalam sektor pertanian berhasil dicapai. Terbukti dengan berhasilnya Indonesia memproduksi beras 25,8 ton pada tahun 1984 dan mendapatkan penghargaan di FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. Berikut adalah beberapa contoh kebijakan pemerintah untuk periode ini :

1. Kebijakan INPRES no.5 tahun 1985 yaitu meningkatkan ekspor nonmigas dan pengurangan biaya tinggi dengan :

  • Pemberantasan pungutan liar (pungli)
  • Memberantas dan menghapus biaya-biaya siluman
  • Mempermudah prosedur kepabeanan

2. Paket Kebijakan 6 Mei (PAKEM), yaitu mendorong sektor swasta di bidang ekspor dan penanam modal.

3. Paket Devaluasi 1986, karena jatuhnya harga minyak dunia yang didukung dengan kebijakan pinjaman luar negri.

4. Paket Kebijakan 25 Oktober 1986, deregulasi bidang perdagagan, moneter, dan penanam modal dengan cara :

  • Penurunan bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku
  • Proteksi produksi yang lebih efisien
  • Kebijakan penanam modal

5. Paket Kebijakan 15 Januari 1987. peningkatan efisiensi,inovasi dan produktivitas beberapa sektor industri menengah keatas untuk meningkatkan ekspor nonmigas.

       Program KB dan swasembada pangan berhasil namun cenderung hanya terdapat di pulau Jawa saja. Beban Hutang luar negeri membesar. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.

       Apa yang dialami pada periode Repelita III, ternyata masih dialami pada periode Repelita IV ini. Bahkan pada periode ini harga minyak bumi turun sangat tajam. Masalah yang semakin nampak dan dirasakan adalah masalah tenaga kerja yang melaju pada tingkat kurang lebih 2,7% per tahun. Pada tahun 1983 jumlah tenaga kerja adalah 64 juta dan tahun 1988 diperkirakan akan menjadi 73 juta. Sementara angka pertumbuhan direncanakan hanya 5% pertahun selama Pelita IV. Di samping ciri-ciri pokok dan pola unit produksi juga merupakan hambatan bagi berkembangnya ekspor Indonesia, bahkan menghambat pertumbuhan secara keseluruhan.

       Suatu hal yang tidak dapat diabaikan dalam periode yang amat sulit ini adalah pada tahun 1984 Indonesia sudah tidak lagi mengimpor beras (tahun 1980 indonesia mengimpor beras sebanyak 2 juta ton, tahun 1981 mengimpor 0,54 juta ton, tahun 1982 mengimpor 0,31 juta ton, tahun 1983 mengimpor 0,78 juta ton). Dengan demikian devisa yang sebelumnya digunakan untuk mengimpor beras dapat digunakan untuk keperluan pembangunan. Pedoman pembangunan pada periode ini adalah GBHN tahun 1983 yang pada intinya tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan GBHN sebelumnya.

         Usaha-usaha untuk melanjutkan deregulasi pada periode ini semakin ditingkatkan dengan tujuan utama meningkatkan efisiensi mekanisme pasar, khususnya yang berkaitan dengan aspek moneter, kelancaran arus barang yang ada pada giliran berikutnya diharapkan dapat meningkatkan produksi (Inpres No.4/1985). namun dengan situasi Internasional yang tidak menentu pada tahun1986/1987 Neraca Pembayaran Indonesia menghadapi tekanan berat. Lebih-lebih karena turunnya harga minyak bumi. Untuk mengatasi ancaman itu, sekali lagi pemerintah memberlakukan kebijaksanaan devaluasi rupiah terhadap dollar AS sebesar 31% pada 12 September 1986. Tujuan utama devaluasi ini pada dasarnya untuk mengamankan neraca pembayaran selain untuk meningkatkan ekspor Indonesia, meningkatkan daya saing produk Indonesia dan mencegah larinya rupiah ke luar negeri. Namun harus diingat bahwa dengan devaluasi ini, jumlah hutang Indonesia semakin besar.

       Untuk memperbaiki pola unit produksi yang membuat biaya ekonomi tinggi sehingga produk Indonesia kurang dapat bersaing di luar negeri, pemerintah memberlakukan kebijaksanaan 6 Mei 1986. Kebijaksanaan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi produksi dalam negeri dan daya saing barang ekspor bukan migas melalui pemberian kemudahan tata niaga, fasilitas pembebasan dan pengembalian bea masuk serta pembentukkan kawasan berikat. Kemudian pada 30 Juni 1986 Sertifikat Ekspor dihapus. Kebijaksanaan 6 Mei ini kemudian disempurnakan dengan kebijaksanaan 25 Oktober 1986, sekaligus sebagai penunjang kebijaksanaan devaluasi 12 September 1986 yang intinya mendorong ekspor non-migas melalui penggantian sistem bukan tarif menjadi sistem tarif secara bertahap, juga penyempurnaan ketentuan bea masuk dan bea masuk tambahan. Sejalan dengan itu bea fiskal ke luar negeri dinaikkan dari Rp 150.000,- per orang menjadi Rp 250.000,- perorang. Kemudian pada tanggal 25 Oktober 1986 ekspor dalam bentuk barang mentah (rotan, jangat, dan kulit) dilarang.

       Pada tahun-tahun terakhir Repelita IV, perekonomian Indonesia semakin dibebani dengan meningkatnya hutang luar negeri sebagai akibat depresiasi mata uang dollar Amerika Serikat terhadap Yen dan DM kurang lebih sebesar 35%. Namun dalam situasi sulit seperti ini, APBN tahun 1987/1988 naik kurang lebih 6,6% di bandingkan dengan anggaran sebelumnya.

        Penyebab utamanya adalah bahwa negara minyak sudah meningkat pada tingkat rata-rata US$ 15 per barel. Yang juga sedikit menggembirakan adalah pada tahun 1987 ekspor non-migas telah dapat melampaui ekspor migas. oleh para pengamat naiknya ekspor non-migas ini disambut dengan dua pandangan. Di satu pihak beranggapan bahwa meningkatnya ekspor non-migas ini disebabkan karena deregulasi yang selama ini secara intensif dilakukan, namun pengamat yang lain berpendapat bahwa naiknya ekspor non-migas ini disebabkan karena depresiasi dollar Amerika terhadap Yen dan DM, karena ternyata ekspor indonesia ke Jepang dan Jerman Barat merupakan bagian tindakan kecil dari keseluruhan ekspor Indonesia. Pengamatan masih perlu dilakukan untuk menyusun kebijakan. Namun yang pasti bahwa target pertumbuhan sebesar 5% per tahun selama Repelita IV sangat sulit dicapai.

  1. REPELITA V 

Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri untuk memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian lainnya serta menghasilkan barang ekspor. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.

Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan minyak dan  pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat dari $0,6 miliar pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980. Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan 80% ekspor Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde Baru, bisa dihitung sebagai kasus sukses pembangunan ekonomi.

Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi sehingga Indonesia mampu berswasembada pangan pada tahun 1980-an diawali dengan pembenahan di bidang politik. Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas tunggal ditempuh pemerintah Orde Baru, dilatari pengalaman masa Orde Lama ketika politik multi partai menyebabkan energi terkuras untuk bertikai. Gaya kepemimpinan tegas seperti yang dijalankan Suharto pada masa Orde Baru oleh Kwik Kian Gie diakui memang dibutuhkan untuk membenahi perekonomian Indonesia yang berantakan di akhir tahun 1960. Namun, dengan menstabilkan politik demi pertumbuhan ekonomi, yang sempat dapat dipertahankan antara 6%-7% per tahun, semua kekuatan yang berseberangan dengan Orde Baru kemudian tidak diberi tempat.

   Ekspansi kegiatan ekonomi selama tahun-tahun 1989-1991 ada sangkut pautnya dengan kebijaksanaan  deregulasi pemerintah, yang sudah mulaid ilaksanakan secara bertahap sejak tahun 1983. Rangkaian tindakan deregulasi di atas memberi dorongan kuat terhadap kegiatan dunia swasta, yang beberapa tahun terakhir ini telah menjadi faktor penggerak dalam ekspansi ekonomi.

      –   Ekspansi ekonomi di atas telah disertai oleh ekspansi moneter yang besar, sebagai akibat naiknya permintaan domestik (domestic demand) yang mencakup tingkat investasi maupun tingkat konsumsi. Ekspansi ekonomi yang ditandai oleh laju pertumbuhan  pesat selama tiga tahun berturut-turut ini dianggap terlalu panas (overheated) dari sudut kestabilan keuangan moneter (Soemitro Djojokusumo, 1993).

A. Masalah-masalah yang dihadapi

  • Kecenderungan terjadinya ekspansi ekonomi berbarengan dengan ekspansi moneter, sehingga ekonomi memanas (overheated) jika dibiarkan berlangsung terus akan membahayakan kestabilan ahrga dalam negeri dan melemahkan kedudukan negara kita dalam hubungan ekonomi internasional (khususnya dibidang neraca pembayaran luar negeri).

1. IndikatorEkspansiEkonomi

  • Laju pertumbuhan ekonomi yang meningkat : 5,8% (1988), 7,5% (1989), 7,1 (1990)
  • Investasi dunia swasta yang meningkat : 15% (1983), 17% (1991). Pangsa investasi asing berkisar 25% dari total nilai investasi swasta domestik.

2. Indikator ekspansi Moneter

  • Jumlah uang beredar meningkat : 40% (189), 44% (1990)
  • Kredit perbankan meningkat : 48% (1989), menjadi 54% (1991)
  • Laju inflasi meningkat : 5,5% (1988), 6,0% (1989) 9,5% (1990-1991)
  • Defisit tahun berjalan meningkat : US$1.6 miliar (1989), US$3.7 miliar (1990) dan US$4.5 miliar (1991). (Soemitro Djojohadikusumo, 1993)

B. Rencana dan Kebijaksanaan Pemerintah

     Berlangsungnya proses pemulihan ekonomi sampai kegiatan ekonomi meningkat cepat   sehingga memanas (overheated) berlangsung selama tahun ke 4, ke 5 pelaksanaan PELITA IV dan tahun ke 1 PELITA V (1987/1988 – 1989/1990) dan ekonomi memanas ini berlangsung terus sepanjang PELITA V  (1989/1990 – 1993/1994)

  • Kondisi ekonomi yang memanas perlu didinginkan dengan kebijaksanaan uang ketat.
  • Kebijaksanaan uang ketat (TMP = tight money policy)

Untuk “mendinginkan” kondisi ekonomi yang terlalu panas dilakukan kebijaksanaan fiskal dan moneter/ perbankan :

  • Meningkatnya penerimaan dalam negeri : Rp 28.73 triliun (1989/1990), Rp 39,54 triliun (1990/1991), Rp 41,58 triliun (1991/1992)
  • Moneter / perbankan

C. Membatasi kredit bank melalui politik diskonto (suku bunga) didukung operasi pasar terbuka dengan instrument SBI dan SBPU.

D. Mengawasi likuiditas bank melalui ketentuan LDR (Loan to Deposit Ratio) dann CAR (Capital Adequacy Ratio).

Dampak TMP : pertumbuhan ekonomi menurun dari 6,6% (1991) menjadi 6,3% (1992) dan inflasi menurun dari 9,5% (1991) menjadi 4,9% (1992). (Soemitro Djojohadikusumo, 1993: angka-angka : Nota Keuangan dan Rancangan APBN 1994/1995).

  1. PELITA VI 

     Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak.Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997.

         Semula berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas ditengah jalan. Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela, Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun perekonomian Indonesia meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan. Pembagunan tidak merata.

         Tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang menjadi beban negara seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah yang selanjutnya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997. Membuat perekonomian Indonesia gagal menunjukan taringnya. Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi pembangunan ekonomi selanjutnya.

Faktor Penyebab Kegagalan Ekonomi Indonesia Pada Masa Orde Baru

        Ketika krisis moneter melanda Indonesia, semua pihak tersentak melihat indikator ekonomi Indonesia. Hanya dalam beberapa bulan, krisis ekonomi telah memporak-porandakan “keberhasilan” pertumbuhan ekonomi Indonesia (rata-rata 7-8 %) selama tiga dekade menjadi minus 13 %. Ironisnya, dalam beberapa bulan kemudian, krisis justru semakin parah dan mengarah pada potret ekonomi Indonesia yang suram. Misalnya, selama dilanda krisis, jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 80 juta, angka pengangguran meroket menjadi 20 juta jiwa, bahkan laju inflasi mendekati angka 100 % (hiperinflasi).

         Sikap mental Orde Baru yang tak lagi menghargai supremasi hukum, hak asasi manusia (HAM), demokratisasi dan lingkungan hidup memang tak sejalan dengan gerakan reformasi. Orde Baru bukan menyangkut orang per orang, melainkan sikap mental dan pola pikir yang mempengaruhi seseorang. Tanpa perubahan terhadap sikap mental itu, apa pun gerakan reformasi yang dilakukan takkan berhasil. Karena itu, mentalitas Orde Baru harus diubah. Gerakan reformasi, lanjutnya, bisa berhasil walaupun dilakukan oleh mereka yang pernah menjadi pejabat Orde Baru. Asalkan, mereka sudah mengubur mentalitas Orde Baru serta mengubahnya menjadi sikap mental yang sesuai dengan gerakan reformasi. Sebaliknya, reformasi bisa gagal walaupun dilaksanakan oleh orang lain, yang bukan mantan pejabat Orde Baru, tetapi mereka memiliki mentalitas Orde Baru. Mentalitas Orde Baru, muncul karena penguasa mempunyai kedudukan lebih kuat dibanding rakyat. Akibatnya, aparat pun merasa harus dilayani oleh rakyat, dan menempatkan rakyat bagai peminta-minta pelayanan. Padahal, aparat sesungguhnya harus berperan melayani masyarakat.

Bahkan, dengan porsi kekuasaan pemerintah yang terlalu kuat, rakyat sebagai pemegang kedaulatan tak bisa berbuat apa-apa. Dalam kasus pertanahan misalnya, rakyat yang merasa haknya dirampas cuma bisa berunjuk rasa atau membangun tenda di atas tanahnya. Namun itu tidak akan bertahan lama. Rakyat pun pasti kalah, BPN tengah melakukan perubahan sikap mental aparatnya. Pelayanan kepada rakyat di bidang pertanahan kini semakin dipermudah. Orde Baru bagaikan seorang raksasa yang kini tengah menghadapi sakratul maut. Bahkan mungkin secara medis raksasa Orde Baru itu sudah mati. Tetapi seperti mahluk hidup, yang menghadapi ajalnya, raksasa Orde Baru kini sedang mengge-lepar-gelepar sekarat dan beberapa bagian tubuhnya bergerak tidak terkendali.

           Dibutuhkan waktu yang panjang untuk dapat mengendalikan gerakan “bagian tubuh” Orde Baru yang tidak terkendali itu. Pemerintah dapat melakukan kekerasan untuk mempercepat kematian Orde Baru. Tetapi ini akan menghasilkan raksasa baru yang barangkali akan dihadapi rakyat, seperti menghadapi Orde Lama maupun Orde Baru, 10-20 tahun yang akan datang. Sebab itu, pemerintah dan ABRI memilih pendekatan persuasif, sekalipun butuh waktu dan kesabaran.

            Pendekatan yang dilakukan pemerintah serta ABRI dalam menangani berbagai kerusuhan, memang bukan suatu yang populer. Akibatnya, ABRI dan pemerintah dianggap lemah. Banyak tokoh masyarakat yang menghujat pemerintah. Pemerintah saat ini selalu dalam posisi terpojok, kalah, dan selalu salah. Sebaliknya, kalangan humas pemerintah kurang mampu menghadapi pendapat masyarakat yang menyudutkan pemerintah.

           Keberhasilan pembangunan belumlah tentu sebuah keberhasilan. Bahkan, keberhasilan pembangunan-khususnya selama Orde Baru, bisa menjadi perusakan alam dan kerugian besar untuk masyarakat daerah. Ini terjadi, karena pelaksanaan pembangunan kurang memperhatikan analisis dampak sosial. Juga pengaruh banyaknya pejabat-pejabat yang menguasai sistem-sistem untuk kepentingan diri mereka masing-masing sebagaimana yang telah menjadi ciri dari pemerintahan dan masyarakat Orde Baru.

   Suatu golongan yang tidak disenangi kemudian menjadi disenangi, akan ikut membantu memperlancar perubahan. Namun suatu golongan yang telah berada dalam situasi yang menyenangkan, menikmati banyak hak istimewa, kekuasaan dan duit, mereka akan bertahan sekuat mungkin. Itulah keadaan yang terjadi sekarang, golongan status quo sangat kuat. Para pejabat Orde Baru selalu menyatakan penguasaan mereka atas sumber-sumber ekonomi politik dan birokratik itu untuk kepentingan pembangunan bangsa, dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta janji-janji pemerataan atas hasil-hasil pembangunan. Namun pada dasawarsa 1980-an, gerakan mahasiswa secara jitu menemukan fakta bahwa “pembangunan telah memakan korban” bagi warga masyarakat yang justru tergusur dari tanah mereka. Setiap upaya mempersoalkan nasib rakyat tak jarang diperhadapkan dengan tudingan “mengganggu jalannya pembangunan”. Jika mempersoalkannya ke tingkat internasional, aparat Orde Baru menudingnya sebagai “menjelek-jelekkan bangsa” atau “menjual bangsa” ke pihak asing.

Tujuan nasionalisme Orde Baru sangat jelas, yakni mempertahankan kepentingan KKN mereka dengan dua target.:

  • Kekuatan-kekuatan rakyat tak dapat berkembang dan tetap lumpuh, sehingga rakyat tak bisa bersuara atas praktik KKN Orde Baru.
  • Mengobarkan nasionalisme untuk mencegah dan mengacaukan upaya aktivis hak asasi manusia untuk memperkarakan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (human rights violation).

     Hasil yang diharapkan pemimpin Orde Baru yang mengobarkan nasionalisme sempit itu, ada dua hal. Pertama, mereka kebal dari hukum (impunity). Semua praktik KKN yang mereka jalankan, tidak dapat dihukum, sehingga kepentingan-kepentingannya tetap lestari. Mereka untouchable-tidak bisa dijangkau hukum. Kedua, mereka juga bebas bergentayangan melakukan penindasan hak asasi manusia, memangsa korban dari bangsanya sendiri.

       Nasionalisme yang digembor-gemborkan oleh Orde Baru jelas berusaha keras mematikan gerak aktivis hak asasi manusia dengan berbagai siasat dan intrik yang kotor. Dengan siasat dan intrik kotor itulah pengibar nasionalisme ini mengelabui kita semua, sehingga berbagai pelanggaran hak asasi manusia tidak diungkap dan tidak pula diperkarakan. Otoritarianisme Orde Baru telah berulang kali menuduh para aktivis hak asasi manusia sebagai “agen asing” atau “agen Barat” sambil terus menimbulkan korban-korban atas bangsanya sendiri. Kita semua terus-menerus berusaha dibenamkan dalam perangkap kesadaran untuk melupakan kekejaman yang diperbuat Orde Baru atas bangsanya sendiri.

Nasionalisme Orde Baru tak peduli jatuhnya korban dari bangsanya sendiri yang terhempas menemui ajalnya sejauh kepentingan KKN tidak digugat rakyat. Bahkan dengan praktik yang berkualifikasi kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) – kejahatan yang merupakan musuh seluruh umat manusia – jika perlu dilakukannya. Untuk menutupinya pejabat Orde Baru dan pewarisnya sering menangkalnya dengan pernyataan angkuh: “jangan campuri urusan dalam negeri Indonesia”.

       Pembangunan yang terjadi di zaman Orde Baru pada awalnya bisa membuat pendapatan per kapita naik empat kali, dari sekitar US$ 250 sampai sekitar US$ 1.000 per kapita setahun. Namun kemudian Orde Baru ternyata hanya menyuburkan korupsi dan memperbesar kesenjangan sosial. Di lain pihak, secara statistik juga bisa dibuktikan bahwa tingkat kemiskinan berkurang. Tingkat kesejahteraan, yang bisa diukur dengan konsumsi per kapita beras, gandum, BBM, listrik, fasilitas kesehatan, pendidikan, transportasi umum, dan sebagainya, semua naik banyak. Kalau sekarang, lima tahun sesudah digempur krisis ekonomi yang dahsyat, tingkat konsumsi publik masih cukup dan sebagian terbesar masyarakat tidak lapar dan merana –dibandingkan dengan tahun 1966– maka semuanya ini adalah hasil perbekalan dari zaman Orde Baru.

       Sedangkan penanaman modal asing sangat diperlukan karena divestasi perusahaan-perusahaan yang karena krisis dikuasai oleh negara, dan juga akibat dari skema debt-equity swap yang dilakukan perusahaan-perusahaan yang besar beban utangnya kepada pihak luar negeri. Begitu juga kebijakan lalu lintas devisa sudah tidak baik dipadukan dengan sistem nilai tukar mata uang tetap, tanpa fundamental ekonomi yang kuat terhadap pengaruh globalisasi. Memang pemerintahan yang buruk (bad governance) tercermin dalam maraknya KKN bukan penyebab utama masuknya Indonesia ke dalam krisis, tetapi hal itu jelas amat memperburuk keadaan.

       Setting kapitalisme global terhadap Indonesia bukanlah suartu hal yang baru dilakukan. Kenaikan rezim Soeharto dulu sedikit banyaknya mendapat dukungan dari negara-negara maju. Setting itu juga dimainkan untuk menjatuhkan Soeharto dari kekuasaannya karena praktek korupsi cukup parah, dukungan yang tadinya diberikan lambat laun dicabut sampai akhirnya Soeharto terjungkal. Pada masa krisis ekonomi sebelum kejatuhannya, Soeharto tampak setengah hati menjalankan kebijakan Bank Dunia dan IMF. Tetapi karena Soeharto tidak mau membubarkan anak-anak dan kroninya, renacana peminjaman dana itu ditarik kembali. Padahal sebagaian besar Bank-bank itu sudah dalam kedaan kacau.

Kelemahan Soeharto adalah terlalu membela anak-anak keluarga dan kroninya. Sehingga Bank Duniapun ditentangnya. Sehingga Saoeharto tidak dapat dukungan dan jatuh. Bahkan pengusaha dan militer sebagai penopang utama kekuasaannyapun pada akhirnya tidak memberikan dukungan karena sudah tidak melihat ada prospek lagi dalam kekuasaannya. Setelah Soeharto jatuh, Bank Dunia tidak serta merta dapat langsung melakukan kontrol terhadap penguasa baru di Indonesia.

         Rezim pemerintahan Orde Baru yang pada waktu itu sudah memangalami banyak permasalahan tidak cepat-cepat membereskan masalahnya sehingga hanya mempersulit dan menambah beban bagi rakyat yang sudah lama merasa tidak puas. Ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan semakin di tambah dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok seperti beras, lauk-pauk, BBM, yang notabene merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi rakyat.

       Rezim Orde Baru Soeharto akhirnya punya banyak cacatnya yang menjadi fatal karena tidak terkoreksi secara dini. Seandainya Pak Harto mau mundur pada pertengahan 1980-an dan cengkeraman sosial-politiknya bisa dikendurkan, keadaan mungkin sekali tidak separah sekarang. Negara, dan para pemimpinnya, yang mampu membanting setir demikian adalah RRC, yang sistem politiknya masih dikendalikan Partai Komunis, akan tetapi ekonominya direformasikan berdasarkan sistem pasar terbuka yang cukup bebas. Proses otonomi daerah di RRC senantiasa bisa dikendalikan Beijing, karena semua gubernur dan bupati diangkat dan diberhentikan pemerintah pusat.

      Pembangunan politik dan ekonomi untuk negara besar seperti Indonesia selalu memerlukan pemerintah yang kuat. Ini hanya ada selama zaman Soeharto, tetapi dengan pengorbanan demokrasi politik dan sosial. Satu-satunya masa pendek yang mungkin bisa kita pelajari kembali, kalau mencari percontohan, adalah masa 1950-1957. Pada masa itu, pengaruh asing (kebanyakan memang Belanda) masih kuat. Orientasi kebijakan ekonomi masih rasional dan terbuka terhadap interaksi dengan dunia luar. Kehidupan politik masih cukup demokratis, dan partai opisisi ada. Beberapa tokoh yang pragmatik berpengaruh di bidang ekonomi, yakni Bung Hatta, Sjafruddin, Djuanda, Leimena, Sumitro, Wilopo, dan sebagainya. Bung Karno masih ada dengan pengaruhnya yang karismatik dan menyatukan bangsa, akan tetapi ia belum menjadi penguasa utama. Tetapi, bibit-bibit perpecahan politik sudah ada, dan konflik dunia, demokrasi lawan komunisme, sudah mulai masuk ke negeri ini. Indonesia memang tidak pernah bisa mengasingkan diri dari pengaruh-pengaruh dunia, baik politik maupun ekonomi.

        Dalam membangun negara, kita harus membedakan antara state building dan nation building. Dalam tahap pertama, kita lebih berhasil dalam hal nation building, dan jasa Bung Karno tidak boleh dilupakan. Nation building selama 50 tahun dilakukan dan dilestarikan berdasarkan wacana melting pot, seperti di Amerika, di mana suku-suku bangsa kaum imigran yang menyusun Amerika harus melebur diri menjadi prototipe bangsa Amerika yang Anglosax dan Protestan. Ikanya lebih penting daripada bhinnekanya. Setelah 50 tahun, model nation building ini harus kita tinggalkan. Kebinekaan harus lebih ditonjolkan, akan tetapi kesatuan bangsa dan negara harus dipelihara, kalau bisa secara alami, atas dasar keyakinan nasional bahwa hidup sebagai warga bangsa besar lebih sentosa daripada sebagai warga negara kecil. Tetapi, terutama elite politik di Jakarta dan di Jawa, lagi pula TNI, harus mengubah wacana-wacananya. Sampai sekarang, konsensus yang praktis masih dicari.

State building rupanya jauh lebih sulit daripada nation building. Para peninjau asing yang kompeten (ahli ilmu politik) pada umumnya tidak terlalu menyangsikan bahwa Indonesia kelak pecah seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Semangat nasionalisme masih cukup kuat, walaupun sudah mengalami erosi. Yang membuat risiko besar perpecahan RI adalah bahwa pemerintahnya lemah. “Indonesia is not a failed state but a weak state”. Pemerintah di Jakarta lemah oleh karena terperangkap dalam proses demokratisasi.

        Lemahnya pemerintah dan negara dewasa ini oleh karena alat-alat penegak kekuasaan tidak berfungsi: tentara, polisi, jaksa, hakim, sistem peradilan, dan sebagainya. Moral serta perasaan tanggung jawabnya dirusak oleh KKN dan oleh karena negara tidak bisa menjamin gaji dan balas jasa yang wajar. Maka, krisis ekonomi memperparah efektivitas aparat pemerintah dan negara. Anggaran belanja pemerintah terlalu digerogoti pembayaran kembali utang dan bunga. Beban utang ini ikut menyebabkan weak state. Ini mempermasalahkan untung dan ruginya bantuan internasional, juga peran asing (dan yang “nonpribumi”) di perekonomian kita.

        Perlukah kita akan mereka, atau kita harus menegakkan kedaulatan serta kemurnian “negara pribumi” kita? Secara logis dan historis empiris, jawabnya: Indonesia tidak bisa keluar dari krisis dan kelemahan tanpa bantuan dari luar dan tanpa membuka diri terhadap unsur-unur asing dan yang nonpribumi. Ada kalangan (politisi pribumi) yang secara bangga mengatakan, kita bisa berdiri sendiri berdasarkan kekayaan alam kita. Pengalaman zaman Bung Karno sudah memberi pelajaran. Tidak ada gunanya mengusir Belanda, Cina, asing Barat, dan menolak penanaman modal asing. Bung Karno pun membuat pengecualian: perusahaan minyak bumi asing (Caltex dan Stanvac) yang sudah ada tidak diusir karena hasil devisa diperlukannya.

DAFTAR PUSTAKA

KONDISI PEREKONOMIAN INDONESIA 5 TAHUN TERAKHIR

PEMBAHASAN

1. PEREKONOMIAN INDONESIA PADA MASA PEMERINTAHAN SBY

A. Kondisi Perekonomian Semasa Pemerintahan SBY

Kondisi perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010, seiring pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009. Terbukti, perekonomian Indonesia mampu bertahan dari ancaman pengaruh krisis ekonomi dan finansial yang terjadi di zona Eropa. Kinerja perekonomian Indonesia akan terus bertambah baik, tapi harus disesuaikan dengan kondisi global yang sedang bergejolak. Ekonomi Indonesia akan terus berkembang, apalagi pasar finansial, walaupun sempat terpengaruh krisis, tetapi telah membuktikan mampu bertahan.

Sementara itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berhasil mendobrak dan menjadi katarsis terhadap kebuntuan tersebut. Korupsi dan kemiskinan tetap menjadi masalah di Indonesia. Namun setelah beberapa tahun berada dalam kepemimpinan nasional yang tidak menentu, SBY telah berhasil menciptakan kestabilan politik dan ekonomi di Indonesia.

Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara. Perkembangan yang terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang signifikan terhadap persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makro ekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Pada pemerintahan SBY kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara Indonesia, atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM), kebijakan bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut diberhentikan sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang membutuhkan, kebijakan menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di Negara Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam perekonomian Indonesia terdapat masalah dalam kasus Bank Century yang sampai saat ini belum terselesaikan bahkan sampai mengeluarkan biaya 93 miliar untuk menyelesaikan kasus Bank Century ini.

Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5 – 6 % pada 2010 dan meningkat menjadi 6 – 6,5 % pada 2011. Dengan demikian prospek ekonomi Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula.

Tingkat pertumbuhan ekonomi periode 2005-2007 yang dikelola pemerintahan SBY-JK relatif lebih baik dibanding pemerintahan selama era reformasi dan rata-rata pemerintahan Soeharto (1990-1997) yang pertumbuhan ekonominya sekitar 5%. Tetapi, dibanding kinerja Soeharto selama 32 tahun yang pertumbuhan ekonominya sekitar 7%, kinerja pertumbuhan ekonomi SBY-JK masih perlu peningkatan. Pertumbuhan ekonomi era Soeharto tertinggi terjadi pada tahun 1980 dengan angka 9,9%. Rata-rata pertumbuhan ekonomi pemerintahan SBY-JK selama lima tahun menjadi 6,4%, angka yang mendekati target 6,6%

Kebijakan menaikkan harga BBM 1 Oktober 2005, dan sebelumnya Maret 2005, ternyata berimbas pada situasi perekonomian tahun-tahun berikutnya. Pemerintahan SBY-JK memang harus menaikkan harga BBM dalam menghadapi tekanan APBN yang makin berat karena lonjakan harga minyak dunia. Kenaikan harga BBM tersebut telah mendorong tingkat inflasi Oktober 2005 mencapai 8,7% (MoM) yang merupakan puncak tingkat inflasi bulanan selama tahun 2005 dan akhirnya ditutup dengan angka 17,1% per Desember 30, 2005 (YoY). Penyumbang inflasi terbesar adalah kenaikan biaya transportasi lebih 40% dan harga bahan makanan 18%. Core inflation pun naik menjadi 9,4%, yang menunjukkan kebijakan Bank Indonesia (BI) sebagai pemegang otoritas moneter menjadi tidak sepenuhnya efektif. Inflasi yang mencapai dua digit ini jauh melampaui angka target inflasi APBNP II tahun 2005 sebesar 8,6%. Inflasi sampai bulan Februari 2006 (YoY) masih amat tinggi 17,92%, bandingkan dengan Februari 2005 (YoY) 7,15% atau Februari 2004 (YoY) yang hanya 4,6%.

Efek inflasi tahun 2005 cukup berpengaruh terhadap tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), yang menjadi referensi suku bunga simpanan di dunia perbankan.

Data Harga Bahan Bakar Minyak 2004 vs 2009 (Naik)

Harga 2004 2009 Catatan
Minyak Mentah Dunia / barel ~ USD 40 ~ USD 45 Harga hampir sama
Premium Rp 1810 Rp 4500 Naik 249%
Minyak Solar Rp 1890 Rp 4500 Naik 238%
Minyak Tanah Rp 700 Rp 2500 Naik 370%

Dengan kondisi harga minyak yang sudah turun dibawah USD 50 per barel, namun harga jual premium yang masih Rp 4500 per liter (sedangkan harga ekonomis Rp 3800 per liter). Maka sangat ironis bahwa dalam kemiskinan, para supir angkot harus mensubsidi setiap liter premium yang dibelinya kepada pemerintah. Sungguh ironis ditengah kelangkaan minyak tanah, para nelayan turut mensubsidi setiap liter solar yang dibelinya kepada pemerintah. Dalam kesulitan ekonomi global, pemerintah bahkan memperoleh keuntungan Rp 1 triluin dari penjualan premium dan solar kepada rakyatnya sendiri. Inilah sejarah yang tidak dapat dilupakan. Selama lebih 60 tahun merdeka, pemerintah selalu membantu rakyat miskin dengan menjual harga minyak yang lebih ekonomis (dan rendah), namun sekarang sudah tidak lagi rakyatlah yang mensubsidi pemerintah.

Berdasarkan janji kampanye dan usaha untuk merealisasikan kesejahteraan rakyat, pemerintah SBY-JK selama 4 tahun belum mampu memenuhi target janjinya yakni pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 6.6%. Sampai tahun 2008, pemerintah SBY-JK hanya mampu meningkatkan pertumbuhan rata-rata 5.9% padahal harga barang dan jasa (inflasi) naik di atas 10.3%. Ini menandakan secara ekonomi makro, pemerintah gagal mensejahterakan rakyat. Tidak ada prestasi yang patut diiklankan oleh Demokrat di bidang ekonomi.

Pertumbuhan Janji Target Realisasi Keterangan
2004 ND 5.1%
2005 5.5% 5.6% Tercapai
2006 6.1% 5.5% Tidak tercapai
2007 6.7% 6.3% Tidak tercapai
2008 7.2% 6.2% Tidak tercapai
2009 7.6% 5.0% Tidak tercapai

Tingkat Inflasi 2004-2009 (Naik)

Secara umum setiap tahun inflasi akan naik. Namun, pemerintah akan dikatakan berhasil secara makro ekonomi jika tingkat inflasi dibawah angka pertumbuhan ekonomi. Dan faktanya adalah inflasi selama 4 tahun 2 kali lebih besar  dari pertumbuhan ekonomi.

Tingkat Inflasi Janji Target Fakta Catatan Pencapaian
2004 6.4%
2005 7.0% 17.1% Gagal
2006 5.5% 6.6% Gagal
2007 5.0% 6.6% Gagal
2008 4.0% 11.0% Gagal

Selama 4 tahun pemerintahan, Demokrat yang terus mendukung SBY tidak mampu mengendalikan harga barang dan jasa sesuai dengan janji yang tertuang dalam kampanye dan RPM yakni  rata-rata mengalami inflasi 5.4% (2004-2009) atau 4.9% (2004-2008). Fakta yang terjadi adalah harga barang dan jasa meroket dengan tingkat inflasi rata-rata 10.3% selama periode 2004-2008. Kenaikan harga barang dan jasa melebihi 200% dari target semula.

Jumlah Penduduk Miskin

Sasaran pertama adalah pengurangan kemiskinan dan pengangguran dengan target  berkurangnya persentase penduduk tergolong miskin dari 16,6 persen pada tahun 2004 menjadi 8,2 persen pada tahun 2009 dan berkurangnya  pengangguran terbuka dari 9,5 persen pada tahun 2003 menjadi 5,1 persen pada tahun 2009.

Penduduk Miskin Jumlah Persentase Catatan
2004 36.1 juta 16.6%
2005 35.1 juta 16.0% Februari 2005
2006 39.3 juta 17.8% Maret 2006
2007 37.2 juta 16.6% Maret 2007
2008 35.0 juta 15.4% Maret 2008
2009 8.2%

Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil mencatat, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla memperbesar utang dalam jumlah sangat besar. Posisi utang tersebut merupakan utang terbesar sepanjang sejarah RI.

Berdasarkan catatan koalisi, utang pemerintah sampai Januari 2009 meningkat 31 persen dalam lima tahun terakhir. Posisi utang pada Desember 2003 sebesar Rp 1.275 triliun. Adapun posisi utang Januari 2009 sebesar Rp 1.667 triliun atau naik Rp 392 triliun. Apabila pada tahun 2004, utang per kapita Indonesia Rp 5,8 juta per kepala, pada Februari 2009 utang per kapita menjadi Rp 7,7 juta per kepala. Memerhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009, koalisi menilai rezim sekarang ini adalah rezim anti-subsidi. Hal itu dibuktikan dengan turunnya secara drastis subsidi. Pada tahun 2004 jumah subsidi masih sebesar 6,3 persen dari produk domestik bruto. Namun, sampai 2009, jumlah subsidi untuk kepentingan rakyat tinggal 0,3 persen dari PDB.

Pendidikan merupakan hal mendasar. Pendidikanlah yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Kebijakan dalam bidang pendidikan diterapkan oleh kepemimpinan SBY. Beberapa diantaranya adalah meningkatkan anggaran pendidikan menjadi 20% dari keseluruhan APBN. Meneruskan dan mengefektifkan program rehabilitasi gedung sekolah yang sudah dimulai pada periode 2004-2009, sehingga terbangun fasilitas pendidikan yang memadai dan bermutu dengan memperbaiki dan menambah prasarana fisik sekolah, serta penggunaan teknologi informatika dalam proses pengajaran yang akan menunjang proses belajar dan mengajar agar lebih efektif dan berkualitas.

Pemanfaatan alokasi anggaran minimal 20 % dari APBN untuk memastikan pemantapan pendidikan gratis dan terjangkau untuk pendidikan dasar 9 tahun dan dilanjutkan secara bertahap pada tingkatan pendidikan lanjutan di tingkat SMA. Perbaikan secara fundamental kualitas kurikulum dan penyediaan buku-buku yang berkualitas agar makin mencerdaskan siswa dan membentuk karakter siswa yang beriman, berilmu, kreatif, inovatif, jujur, dedikatif, bertanggung jawab, dan suka bekerja keras. Meneruskan perbaikan kualitas guru, dosen serta peneliti agar menjadi pilar pendidikan yang mencerdaskan bangsa, mampu menciptakan lingkungan yang inovatif, serta mampu menularkan kualitas intelektual yang tinggi, bermutu, dan terus berkembang kepada anak didiknya.

Selain program sertifikasi guru untuk menjaga mutu, juga akan ditingkatkan program pendidikan dan pelatihan bagi para guru termasuk program pendidikan bergelar bagi para guru agar sesuai dengan bidang pelajaran yang diajarkan dan semakin bermutu dalam memberikan pengajaran pada siswa.

Memperbaiki remunerasi guru dan melanjutkan upaya perbaikan penghasilan kepada guru, dosen, dan para peneliti.Memperluas penerapan dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung kinerja penyelenggaraan pembangunan di bidang pendidikan. Mendorong partisipasi masyarakat (terutama orang tua murid) dalam menciptakan kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan aspirasi dan tantangan jaman saat ini dan kedepan.

Mengurangi kesenjangan dalam akses pendidikan dan kualitas pendidikan, baik pada keluarga berpenghasilan rendah maupun daerah yang tertinggal. Pemberiaan program beasiswa serta pelaksanaan dan perluasan Program Keluarga Harapan (PKH), serta memberikan bantuan tunai kepada rumah tangga miskin dengan syarat mereka mengirimkan anaknya ke bangku sekolah.

B. Keberhasilan SBY selama memerintah pada bidang Ekonomi

Saat membuka Rapat Kerja tentang Pelaksanaan Program Pembangunan 2011 di Jakarta Convention Center, Senin (10/1/2011), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dengan mantap memaparkan 10 capaian (keberhasilan pemerintah pada tahun 2010 tersebut), yaitu :

  1. Lancar.
  2. Pemberantasan korupsi dan penegakan hukum, mencatat sejumlah prestasi. Begitu pula dengan pemberantasan terorisme dan narkoba.
  3. Terjaga baiknya keamanan dalam negeri walaupun masih terdapat konflik masyarakat dalam skala kecil.
  4. Proses perbaikan iklim investasi dan pelayanan publik di banyak daerah. Hambatan birokrasi dan iklim investasi serta pelayanan publik di banyak daerah mengalami kemajuan.
  5. Angka kemiskinan dan pengangguran terus ditekan meskipun tetap rawan dengan gejolak perekonomian Indonesia. Presiden meminta pemerintah tetap cekatan dan memiliki rencana darurat. “Meskipun, dengarkan kata-kata saya, meskipun bisa kita turunkan kemiskinan dan pengangguran, tetapi tetap rawan terhadap gejolak perekonomian dunia. Jangan terlambat kita mengantisipasinya, jangan kita tidak punya rencana kontigensi, dan jangan Ekonomi terus tumbuh dan berkembang dengan fundamental yang semakin kuat pada 2010. Hal ini, antara lain, tercermin dengan indeks harga saham gabungan Indonesia yang terus membaik, daya saing Indonesia di tingkat dunia yang tinggi, nilai ekspor, investasi, dan cadangan devisa yang terus membaik.
  6. Sejumlah indikator kesejahteraan rakyat mengalami kemajuan penting. Dunia memberikan penilaian pada Top Ten Movers, istilahnya prestasi Indonesia dan 9 negara yang lain di bidang pendidikan, kesehatan, dan peningkatan penghasilan penduduk kita.
  7. Stabilitas politik terjaga dan kehidupan demokrasi makin berkembang. Check and balances antara pemerintah pusat, DPR dan DPRD, berjalan dengan baik. Pelaksanaan pemilu juga prinsipnya berjalan dengan pula kita tidak cekatan memecahkan masalah bilamana dampak dari krisis global itu terjadi,” kata Presiden.
  8. Beberapa indikator ekonomi penting Indonesia mencatat rekor baru dalam sejarah, seperti income perkapita sekarang sudah tembus 3 ribu dolar AS, lima tahun lalu masih 1.186 dolar AS. Cadangan devisa dulu 36 miliar dolar AS, sekarang 96 miliar hampir 100 miliar dolar AS. Kenaikan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) yang tertinggi di dunia, naik 46 perssen. Pendapatan domestik bruto kita meningkat dan Indonesia kini peringkat 16 ekonomi di dunia.
  9. Makin baiknya upaya pengembangan koperasi usaha kecil dan menengah, termasuk penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)Sedangkan Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Bappenas Rahma Iryanti di Jakarta, Kamis (7/01/2011) mengungkapkan angka pengangguran 2010 diprediksi turun menjadi 7,6 persen dari kisaran 7,87 persen tahun lalu. Penurunan tersebut seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian.
  10. Indonesia makin berperan dalam hubungan internasional, makin nyata peran kita, baik dalam mengatasi krisis ekonomi global, dalam hubungan G20, APEC, East Asia Summit, ASEAN, G8 plus, dan pemeliharan perdamaian dunia. “Kita aktif sekali dalam menjaga ketertiban dan perdamaian dunia dan juga kerja sama mengatasi perubahan iklim,” tegas Presiden, sebagaimana dipublikasikan juga di situs resmi Presiden SBY (presidensby.info)

Rahma Iryanti mengatakan, kondisi ketenagakerjaan saat ini sudah menunjukkan perbaikan. Jumlah pengangguran terbuka menurun dari 11,90 juta (11,24 persen) pada 2005 menjadi 8,96 juta (7,87 persen) pada 2009. Sementara kesempatan kerja yang tersedia selama 2005-2009 tumbuh sebesar rata-rata 2,78 persen per tahun atau bertambah 10,91 juta orang. Menurutnya, bertambahnya jumlah kesempatan kerja di 2010 tidak dapat dilepaskan dari kondisi perekonomian yang menunjukkan angka pertumbuhan di atas 6 persen pada periode 2007-2008. Masing-masing sektor ekonomi memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda dalam hal serapan tenaga kerja. Disebutkan, antara periode 2005-2009 sektor jasa kemasyarakatan memiliki angka elastisitas yang paling tinggi.

Ditegaskan, sektor yang diharapkan dapat menciptakan kesempatan kerja yang besar adalah dari sektor industri. Karena 60,0 persen tenaga kerja Indonesia berada pada lapangan kerja formal. Perkembangan sektor pekerja formal dari tahun ke tahun tumbuh dengan baik. Misalnya, pada 2005 pekerja di bidang pertanian mencapai 2,9 juta, industri 7,9 juta, dan jasa 17,8 juta orang. Sedangkan pada 2009 mengalami perubahan pada sektor pertanian sebesar 3,2 juta, sektor industri 7,5 juta,dan jasa 21,2 juta. “Saya cukup optimistis tahun ini kita bisa mencapai target pengurangan jumlah pengangguran menjadi 7,6 persen,” katanya.

C. Penyebab Keberhasilan Presiden SBY

Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara.Perkembangan yang terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang signifikan terhadap persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makroekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.

2. PEREKONOMIAN INDONESIA PADA MASA PEMERINTAHAN JOKOWI

Kelangsungan perekonomian Negara juga ditentukan oleh kinerja  pemimpin yang mempunyai visi dan misi yang sejalan dengan kebutuhan rakyat Indonesia dalam hal ini seorang presiden dan wakil presiden mempunyai peran penting dalam memajukan perekonomian Negara Republik Indonesia. Setiap pergantian kepempinan yang lama di serahkan kepada kepemimpinan yang baru harus ada evaluasi kinerja tentang  program-program perekonomian jangka panjang yang belum selesai pada akhir masa jabatan agar dapat dilanjutkan pada kepemimpinan yang baru. Sehingga semua yang telah di programkan oleh kepemimpinan yang lama tidak berhenti di tengah jalan. Berikut ini gambaran perekonomian pada beberapa sektor saat pemerintahan Jokowi – JK :

1. Pasar Saham

Puncak perayaan demokrasi di Indonesia telah dilaksanakan pada 9 Juli 2014, di mana masyarakat Indonesia menyuarakan hak pilih mereka untuk menentukan presiden dan wakil presiden Indonesia untuk 5 tahun mendatang. Sebelum hasil resmi Pilpres 2014 diumumkan pada 22 Juli mendatang, Citibank Indonesia mengambil inisiatif untuk menggelar seminar Citibank Mid Year Market Outlook Post Presidential Election Dengan menghadirkan  beberapa pembicara yang bergerak di bidang ekonomi maupun politik, seminar ini dirancang untuk memberikan gambaran dan pandangan terkait  peluang dan tantangan investasi pasca Pilpres 2014 agar nasabah Citibank dapat memetakan strategi investasi mereka secara akurat dalam situasi politik dan ekonomi yang masih dinamis. Pilpres 2014 ini merupakan pemilu yang fenomenal dengan tingkat partisipasi yang sangat tinggi. Hingga mencapai lebih dari 180 juta warga negara baik yang berdomisili di dalam maupun luar negeri.

Pilpres kali ini juga mengundang perhatian khusus dari masyarakat internasional, mengingat besarnya prospek dan potensi ekonomi Indonesia di masa mendatang. Potensi Indonesia yang akan dikelola oleh pemerintahan Presiden terpilih untuk masa jabatan 2014-2019, terutama dalam hal  pembangunan infrastruktur yang akan menunjukkan bangkitnya investasi dan  perekonomian negara.

Visi ekonomi jangka panjang untuk 15-20 tahun ke depan menjadi hal yang wajib dimiliki oleh pemerintahan baru. Dengan pertumbuhan global yang melambat, reformasi struktural dibutuhkan untuk mempertahankan  pertumbuhan perekonomian di atas 5%. Selain itu, diperlukan penguatan sektor-sektor berorientasi ekspor sebagai sumber devisa.

Sektor transportasi umum juga harus dibangun untuk mengurangi intensitas penggunaan dan impor bahan bakar minyak, katanya. Dengan sorotan dan perhatian masyarakat internasional, Pilpres 2014 bisa memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk mengukuhkan posisinya di mata dunia yang telah dibangun oleh pemerintah saat ini, sekaligus memastikan keberlangsungan dukungan dari pihak luar untuk tetap terjalin dengan pemerintahan yang baru.

Indonesia turut menyampaikan optimismenya terhadap kemampuan Presiden terpilih untuk melanjutkan perbaikan kondisi makro ekonomi Indonesia. Harapan para investor yang tadinya wait and see akan mulai berinvestasi kembali, dan optimis dana kelolaan dapat tumbuh 51% di akhir 2014.

Persiapan oleh TNI dan Polri terkait pengawasan dan pengamanan Pilpres kali ini tampak lebih matang. Faktor sejarah juga menunjukkan bahwa  pemilihan presiden maupun pemilihan legislatif di Indonesia tidak pernah sekalipun memicu kekerasan atau tindakan anarkis dari masyarakat. Dan dengan sorotan dan minat dari masyarakat internasional yang begitu besar, ada motivasi tambahan bagi pemerintah saat ini untuk bisa menutup masa kepemerintahan dengan penyelenggaraan Pilpres yang aman dan juga lancar.

Mengenai pasar saham menjelang hasil resmi pemilihan Presiden, valuasi pasar saham masih berada dalam level yang wajar dan masih jauh di  bawah level pada 2008. Secara regional, return on equity dari emiten Indonesia pun masih merupakan yang tertinggi. Terlihat bahwa ruang untuk terjadinya earnings upgrade masih besar, sementara hasil Pilpres 2014 dan  perbaikan kondisi makro dapat menjadi katalis positif.

Dalam kondisi seperti ini, produk investasi dengan tema infrastruktur yang memiliki strategi bottom up dapat memberikan potensi kenaikan nilai investasi dari pertumbuhan pendapatan kelas menengah dan meningkatnya  belanja infrastruktur.

2. Kenaikan BBM

Argumen yang seolah tidak ada pilihan lain selain menaikkan harga BBM, itu sangat menyesatkan. Ini bukan soal berani atau tidak, populer atau tidak, tetapi menyangkut 100 juta orang lebih yang menggunakan BBM. Kenaikan harga BBM bersubsidi akan memengaruhi sekitar 100 juta jiwa, yang terdiri dari 86,3 juta pengguna sepeda motor, 2,2 juta nelayan, dan 3 juta kendaraan umum. Kenaikan harga BBM yang praktis juga meningkatkan inflasi akan memengaruhi 150 juta jiwa, termasuk ibu rumah tangga.

Merujuk pada definisi orang miskin versi Bank Dunia (penghasilan 2 dollar AS per hari), bahwa akan ada sekitar 10 juta masyarakat hampir miskin yang akan jatuh dalam kategori miskin. Untuk itu, semestinya ada subsidi silang antara pengguna BBM yang kaya dan yang miskin. Adanya BBM rakyat dengan mengurangi kadar oktan dari 88 menjadi 80-83 untuk mengurangi ongkos produksi. Dengan cara ini, mobil mewah yang biasanya masih bisa menggunakan BBM bersubsidi akan berhenti melakukan hal yang sama. Pasalnya, kadar oktan yang lebih rendah akan mempercepat kerusakan mesin. Biaya perbaikannya pun mahal.

Sementara itu, untuk orang kaya, dia mengusulkan kenaikan harga  pertamax (oktan 92) dan pertamax plus (oktan 94) dari Rp 11.000 menjadi Rp 13.000-Rp 15.000. Jadi, ada prinsip subsidi silang. Yang lebih kaya bayar lebih mahal, yang BBM rakyat tidak perlu naik, bahkan bisa diturunin Rp 800.

Untuk pengontrolan, ada dua hal yang bisa dimanfaatkan dalam sistem ini. Selain dengan metode pengurangan kadar oktan di atas, pengawasan bisa diperketat dengan menggunakan warna berbeda untuk tangki dan pipa di SPBU. BBM rakyat menggunakan warna biru, sedangkan pertamax warna merah. Tetapi kebijakan yang dijalankan saat ini adalah penghapusan subsidi BBM, sehingga harga BBM mengikuti perkembangan pasar. Harga BBM disesuaikan setiap 2 minggu sekali dan dibedakan berdasarkan lokasi distribusinya. Pada awal bulan mei 2015 harga premium untuk daerah Jamali (Jawa, Madura dan Bali) Rp 7600,-/liter, solar Rp 6900,-/liter dan harga Pertamax Rp 8800,-/liter, sedangkan untuk daerah diluar Jamali harga premium Rp 7300,-/liter, solar Rp 6900,-/liter dan pertamax Rp 8800,-/liter.

3. Subsidi BBM Di Negara lain

Tak hanya di Indonesia, subsidi bahan bakar minyak (BBM) salah sasaran. Kondisi serupa juga terjadi di negara-negara lain yang masih memberikan subsidi BBM kepada rakyatnya. Jadi memang salah sasaran tidak hanya di Indonesia. Tapi di seluruh negara yang memberikan subsidi, Mesir, Iran, Irak, Kuwait, Qatar, UES, Arab Saudi, itu semua salah sasaran. studi International Monetary Fund (IMF) mencatat sebanyak 61 % subsidi BBM di negara-negara yang menerapkan subsidi, jatuh kepada 20 % orang terkaya di negara tersebut. Sementara itu, sebanyak 19 persen subsidi BBM jatuh pada kelompok kelas menengah. Jadi, kalau dijumlah, kelompok menengah dan atas itu menikmati 80 persen subsidi BBM, hal tersebut terjadi lantaran kelas menengah dan atas lebih banyak mengkonsumsi BBM. Mereka  punya mobil besar, tangkinya 50 liter. Sementara rakyat miskin itu dapatnya Cuma 3 persen, karena (tangki) motornya kecil, dua-tiga liter sudah penuh, subsidi BBM ini membuat pelaku pasar tidak memiliki sentimen positif terhadap fiskal Indonesia. Terkait dengan rencana Gubernur The Federal Reserve untuk mengerek suku bunga atau Fed Rate, pemerintah perlu melakukan perbaikan fiskal. Lebih Pemerintahan mendatang diharapkan tidak mengalokasikan anggaran terlalu besar untuk subsidi BBM, seperti saat ini. Selain tidak sehat bagi APBN, subsidi BBM yang terlalu besar membuat  pelaku ekonomi tidak confidence terhadap Indonesia. Jadi, paradigmanya  bukan Memberi subsidi banyak supaya rakyatnya senang. Yang benar adalah  bagaimana kita memperbaiki struktur kita. Karena struktur kita itu akan dinilai oleh para pelaku ekonomi, pelaku ekonomi domestik dan global itu akan melihat itu. Kalau APBN-nya tidak reliable, apalagi salah sasaran,  pelaku pasar tidak percaya. Adanya pengurangan subsidi BBM secara gradual. Pada tahap awal pemerintahan Jokowi, harga BBM bersubsidi bisa dinaikkan Rp 2.000 per liter. Alasannya, kalau naikkan Rp 5.00, Rp 1.000, dengan menaikkan Rp 2.000, orang marahnya sama saja.

Koalisi Merah-Putih di parlemen kemungkinan menjadi batu sandungan  bagi presiden terpilih Joko Widodo dalam mengambil keputusan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. sangat mungkin bagi Jokowi untuk menaikkan BBM bersubsidi usai dilantik, pada 20 Oktober 2014 mendatang. Pertama, Jokowi bisa mengambil keputusan menaikkan harga BBM bersubsidi pada November 2014. Pertimbangannya, pada bulan tersebut, inflasi tergolong rendah. Selain itu, pada bulan November,  pemerintahan baru juga tengah mempersiapkan APBN 2015 yang lebih baik lagi. Tapi kalau itu tidak bisa dilakukan karena terlalu dekat dengan saat  beliau (Jokowi) dilantik, maka opsi berikutnya. Pertimbangannya, pada Januari dan Februari biasanya inflasi cenderung tinggi, dipicu musim  penghujan dan banjir. kalau sudah mulai Maret itu sudah mulai turun. Jika dinaikkan pada bulan November 2014, sekitar Rp 2.000 per liter, maka APBN-P 2014 bisa lebih hemat Rp 70 triliun. Artinya pula, jika Jokowi mau menaikkan harga pada November 2014, maka APBN 2015 tidak perlu dibebani carryover subsidi BBM tahun ini. Kalau dinaikkan November 2014 itu bagus sekali. Cuma masalahnya itu masih terlalu dekat dengan pelantikan. karakter Jokowi yang bisa mengomunikasikan keputusan menaikkan harga BBM bersubsidi, meski tetap ada pertentangan.

Warisan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Bantuan Langsung Tunai (BLT) diakui merupakan jaring pengaman sosial terbaik, untuk menanggulangi dampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi terhadap masyarakat miskin non-produktif. Bantuan cash adalah cara paling masuk akal yang bisa diberikan pemerintah bagi warga non-produktif, yang terkena dampak turunan kenaikan BBM bersubsidi. Kelemahan dalam distribusi pasti ada. Semua sistem, apapun itu, pasti ada resikonya. Tim transisi presiden terpilih Joko Widodo kini tengah mendesain skema kenaikan harga BBM beserta kompensasi yang bakal diberikan. Di antaranya dengan menciptakan lapangan pekerjaan selama enam bulan ke depan serta bantuan cash. bantuan cash yang tengah dirancang pada  prinsipnya sama dengan BLT era SBY. Yang penting belajar dari  pengalaman. Misalnya salah alokasi, lalu kerumunan yang terlalu banyak. Jika bantuan tunai serupa BLT tetap ada, validitas data penerima harus dimutakhirkan. Meski diakuinya data kependudukan saat ini masih kacau.  Diperkirkan, anggaran yang dibutuhkan untuk bantuan cash sekitar Rp 6 triliun hingga Rp 10 triliun. Menurutnya, itu cukup untuk mengamankan masyarakat miskin dari inflasi akibat kenaikan harga BBM pada November 2014. Jika harga BBM bersubsidi naik Rp 2.000 per liter pada bulan itu, inflasi hingga akhir tahun diperhitungkan mencapai 6 persen.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendorong  pemerintahan Joko Widodo untuk menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada tahun depan. Pasalnya dengan kebijakan tersebut, akan ada penghematan anggaran negara hampir Rp 100 triliun. Kalau  pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi di 2015 sebesar Rp 1.000 per liter, negara bisa saving Rp 48 triliun. Sedangkan kalau naik Rp 2.000 per liter, saving-nya Rp 96 triliun. Nilai penghematan tersebut, mampu mempersempit defisit anggaran hampir sekitar satu persen. Artinya dengan menyesuaikan harga BBM subsidi, pemerintahan Jokowi dapat menurunkan defisit anggaran dari 2,32 persen dalam RAPBN 2015 menjadi 1,32 persen. Penyesuaian harga, merupakan keputusan strategis di situasi pemerintahan transisi seperti sekarang ini. Mengambil kebijakan tersebut tentu bukan  perkara mudah.

4. Kenaikan Harga Sembako

Di akhir pekan ini, harga-harga bahan pokok tidak mengalami perubahan atau stabil. Harga bahan pokok di pasar tradisional tidak terimbas kelangkaan  bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Dipasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, harga telur masih belum bergerak di kisaran Rp 20 ribu per kilogram (kg). Harga gula pasir pun masih bertengger di Rp 11 ribu per kg. Sampai saat ini distribusi bahan pokok masih lancar, sehingga harga-harga bahan pokok tersebut juga cenderung tidak bergerak. Namun, kemungkinan besar kelangkaan BBM subsidi akan berdampak dalam waktu dekat ini.

PT Pertamina (Persero) telah melakukan normalisasi penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi atas instruksi Menteri Kordinator (Menko) Bidang Perekonomian Chairul Tandjung. Menteri Keuangan Republik Indonesia, Chatib Basri menegaskan, permintaan pemerintah melalui Chairul Tandjung tersebut bukan berarti menganjurkan agar konsumsi BBM  bersubsidi melebihi dari kuota yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014. yang menyebutkan bahwa anggaran untuk BBM subsidi bisa ditambah jika terpengaruh pelemahan nilai tukar dan harga minyak dunia.

Antrian pembelian bahan bakar minyak (BBM) khususnya jenis premium  bersubsidi di sejumlah stasiun bahan bakar umum (SPBU) terus terjadi. Kondisi itu berakibat banyak bagi pengendara sepeda motor yang beralih ke BBM non subsidi jenis pertamax. Lebih lanjut Ahmad menjelaskan, kuota per hari di SPBU nya untuk premium bersubsidi sebanyak 32 kilo liter. Namun, sejak adanya pembatasan dari Pertamina, pihaknya hanya mendapatkan 16 kilo liter. Sementara sejumlah pengendara motor mengaku terpaksa mengisi Pertamax karena premium bersubsidi sudah habis. Kalaupun stoknya masih ada, tapi antreannya panjang. Umumnya, para pengendara motor membeli  premium Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu. Mulai 18 Agustus 2014, PT Pertamina (Persero) telah melakukan pemangkasan jatah harian BBM subsidi di setiap SPBU dari 5 persen hingga 15 persen sebagai dampak pengurangan kuota BBM subsidi 2014. Pertamina mendorong agar orang-orang mampu membeli BBM non subsidi seperti Pertamax, agar tak terjadi antrean kendaraan.

5. Kenaikan Tarif angkutan

Kenaikan ongkos angkutan umum diperbolehkan asal sesuai dengan kebijakan Pemerintah Daerah kata mangidaan sesuai penutupan posko nasional angkutan lebaran terpadu dikantor kementrian perhubungan jakarta rabu, 6 Agustus 2014 Sejumlah pengusaha angkutan umum di daerah menaikan tarif, setelah pembelian solar dibatasi oleh badan pengatur hilir minyak dan gas bumi pembatasan ini diprediksi meningkatkan biaya operasional hingga 65 persen. Pengusaha angkutan umum di jakarta pusat mengalami dampak langsung setelah solar dibatasi, dari 300 kopaja yg  beroperasi pusat tinggal sisa 150 unit.

Pemerintah hanya menentukan tarif angkutan umum untuk jenis angkutan bus antarkota antarprovinsi (AKAP) dan bus antarkota dalam  provinsi (AKDP), yakni melalui ketentuan tarif batas atas dan batas bawah. Sedangkan, sambung dia, untuk tarif angkutan umum di tingkat lokal, seperti MPU tidak ada ketentuan khusus pada musim mudik Lebaran kali ini.

Tarif angkutan umum lokal, katanya, berdasarkan kesepakatan antara  penumpang dengan sopir MPU, sehingga kendati sopir menaikkan tarif hingga 200 persen, pihaknya tidak bisa memberikan tegoran atau sanksi apapun. Kementerian Perhubungan akan mengkaji kenaikan tarif angkutan umum terkait kebijakan pemerintah pusat yang melakukan pembatasan  penjualan bahan bakar bersubsidi jenis solar di SPBU. Kenaikan tarif angkutan umum diharapkan tidak melonjak tajam, sehingga masyarakat tidak terbebani atas kebijakan tersebut.

Perhitungan tarif itu kan diukur sesuai (Perbandingan Jarak) kilometer dan bahan bakar. Menhub menghimbau kepada para pengusaha transportasi untuk tidak menaikan tarif angkutan terlalu tinggi. Menurutnya, kenaikan harga BBM Solar dari Rp 6.000 menjadi Rp 10.500 yang menyebabkan tarif transportasi umum naik tentu akan berpengaruh terhadap masyarakat. Sebagaimana diketahui setelah kebijakan pembatasan dilakukan di Jakarta  per 1 Agustus 2014. Pemerintah akan mulai menerapkan kebijakan serupa di sejumlah daerah pada Senin 4 Agustus 2014 mulai pukul 18.00 WIB. Antaranya Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali.

Pembatasan penjualan solar bersubsidi dilakukan karena stok jenis  bahan bakar tersebut sudah menipis. Lewat kebijakan tersebut, pemerintah  berharap konsumen yang selama ini membeli solar bersubsidi beralih membeli solar non-subsidi yaitu Pertamina Diesel Extra (DEX). Pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengeluarkan kebijakan pembatasan penjualan solar dan premium bersubsidi melalui Surat Edaran BPH Migas No. 937/07/Ka BPH/2014 tertanggal 24 Juli 2014.

Sesuai surat edaran tersebut, penjualan solar bersubsidi tidak dilakukan di Jakarta Pusat mulai 1 Agustus 2014.Selanjutnya, mulai 4 Agustus 2014,  penjualan solar bersubsidi di SPBU di wilayah tertentu di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali akan dibatasi pukul 08.00-18.00 waktu setempat. Wilayah tertentu tersebut difokuskan kawasan industri, pertambangan,  perkebunan, dan sekitar pelabuhan yang rawan penyalahgunaan solar  bersubsidi.Kemudian, mulai 4 Agustus 2014, alokasi solar bersubsidi untuk lembaga penyalur nelayan juga akan dipotong 20 persen dan penyalurannya mengutamakan kapal nelayan di bawah 30 ton. Sedang, mulai 6 Agustus 2014, seluruh SPBU di jalan tol tidak menjual premium bersubsidi dan hanya menyediakan pertamax.Kebijakan pembatasan tersebut dikeluarkan agar kuota BBM subsidi sebesar 46 juta kiloliter bisa cukup sampai dengan akhir 2014.

6. Kebijakan pemerintah

Saat ini masyarakat merasakan progam kebijakan menyangkut masalah ekonomi pemerintah SBY-JK dan SBY-Budiono belum cukup berhasil. Progam Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan Lansung Tunai Sementara (BLSM) dinilai  belum maksimal dalam sumbangsih menyejahterakan rakyat. Selain itu, hasil dari Asia-Pasific Economic Cooperation (APEC) di Bali 2013 lalu disinyalir akan memperparah ekonomi dimasa yang akan datang. Perdagangan bebas diperkirakan akan memperparah posisi Indonesia, karena Indonesia hanya menjadi “pelayan” negara berkepentingan, Amerika dan Cina.

            Menjelang pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden 2014, masyarakat disodori dengan berbagai macam progam kebijakan ekonomi yang akan datang. Terlebih dari calon presiden yang akan  bertarung pada pemilihan presiden. Mereka telah merumuskan langkah strategis yang akan menjadi pilihan guna meningkatkan kualitas ekonomi, meningkatkan mutu penghasilan masyarakat, mengelolah SDA-SDM, dan mengentaskan kemiskinan. Baik partai politik ataupun capres, semuanya mempunyai visi menatap ekonomi mendatang. Sebut saja: Golkar dengan  Negara Kesejahteraan 2045, NasDem dengan Reformasi Ekonomi Menuju Kemakmuran dan Kesejahteraan, PDI-P dengan Indonesia Hebat “Kedaulatan Pangan”, Prabowo Subianto dengan Ekonomi Kerakyatan, dan tentu masih banyak lainnya. Konsep dan rumusan kebijakan tersebut merupakan kepedulian melihat kenyataan kebijakan ekonomi saat ini yang dirasa hopeless. Semua sah saja merumuskan kebijakan yang akan datang demi tercapainya kesejahteraan masyarakat.

Namun demikian, tugas berat penerapan kebijakan tersebut adalah  benturan dengan gelombang globalisasi, terlebih disektor ekonomi. Seperti diketahui, Indonesia telah tergabung dalam beberapa kerjasama bilateral dan multilateral dengan berbagai negara. Sri Hartati mencatat bahwa pada Juli 2011, Indonesia melakukan kerjasama perdagangan bebas (dalam tulisan Sri Hartati disebut FTA) di berbagai sektor hingga 19 kesepakatan. Pada saat  bersamaan, Indonesia juga telah mempersiapkan diri menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 serta ASEAN-China (ACFTA) yang aromanya sudah terendus saat ini. Ini artinya, Indonesia nyemplung dalam percaturan perdagangan bebas dunia. Jika pruduksi dalam negeri tidak mampu  bersaing, maka bisa dipastikan UKM-UKM akan tergilas laju liberalisasi  perdagangan tersebut.

Dalam menanggapi keikutsertaan Indonesia dalam pasar bebas, ada dua kutub berseberangan Pro dan Kontra. Kutub pendukung pasar bebas yang dianggap “neoliberal” mendukung sepenuhnya dibukanya pasar bebas di Indonesia dengan alasan akan membantu cadangan devisa. Dengan peluang dan untung yang menjanjikan, pemerintah mengambil kebijakan FTA. Kutub lainnya yang kerap menamakan diri pengusung “ekonomi kerakyatan”  berdalih bahwa pasar bebas hanya akan menggerogoti aset negara. Negara akan menjadi korban eksploitasi negara lain, sebut saja Amerika dan Cina menjadi pasar penjualan. Merupakan hal wajar jika berbagai kebijakan diatas menuai pro kontra.

Hal ini akibat dari kebijakan dinilai “mlempem” tanpa hasil dan tidak memberi implikasi signifikan dalam pengembangan ekonomi dan pemerintah tetap optimis bahwa FTA dan paket hasil APEC akan meningkatkan ekonomi Indonesia. Menurut Sri Hartati, perdangan bebas yang diharapkan mampu mengangkat industri dalam negeri ternyata hanya harapan semu. Alih-alih membantu mengembangkan, pasar bebas telah membuat tak  berdaya industri regional. Para pengamat ekonomi menyayangkan sikap Indonesia yang terkesan “memaksakan diri” dengan ketidaksiapan dalam partisipasinya di meja ASEAN. Penulis mencermati dialektika yang sangat menarik antarkedua kutub di atas. Meski memiliki kelebihan, keduanya sama-sama memiliki kelemahan.

Pertama kutub “neoliberal”, bahwa sudah menjadi rahasia umum jika kutub tersebut adalah kendaraan negara adidaya Amerika untuk menguasai peta ekonomi dunia. Sehingga tujuan sebagai police world tetap terjaga. Sebaliknya, perlawanan yang ditunjukkan oleh pengusung “ekonomi kerakyatan” juga masih memiliki celah kelemahan. Saat ini, negara tidak bisa menghindari takdir globalisasi disetiap sektor. Jika kutub “ekonomi kerakyatan” memaksa kemandirian yang terkenal dengan istilah berdikari itu artinya Indonesia akan lemah dalam hubungan internasional. Apakah Indonesia telah memiliki SDM yang memadai? Inilah yang menjadi  pertanyaan besar. Hal ini mengingatkan kembali saat Syafruddin Prawiranegara mengkritik kebijakan Sukarno yang akan menerapkan apa yang disebut dengan Nasionalisasi Aset. Syafruddin saat itu keberatan dengan kebijakan Sukarno karena sadar diri bahwa Indonesia dirasa belum mampu mengelola sektor ekonomi secara mandiri. Karenanya, bantuan asing tetap dibutuhnya sebagai penyumbang devisa.

Harapan perbaikan ekonomi untuk mengangkat kesejahteraan rakyat ada dipundak para capres yang sekarang gemar beriklan di televisi. Kemana kebijakan ekonomi Indonesia pasca pilpres mendatang. Jika tekat bulat adalah “kedaulatan” dan kemandirian, maka negara harus menyiapkan infrastruktur pembangunan ekonomi kerakyatan dengan baik. Melakukan kalkulasi secara matang ongkos produksi dan penjualan. Landasannya sudah termaktub dalam UUD 1945. Pengambil kebijakan tinggal melaksanakan amanat UUD tersebut. Namun, jika romantisme pasar bebas yang telah memanjakan masyarakat Indonesia menjadi pilihan, pemerintah harus menyiapkan diplomat ulung untuk tetap menjaga kekayaan Negara.

KESIMPULAN

Pada saat pemerintahan SBY, terdapat gejolak-gejolak perekonomian Indonesia pada saat itu. Gejolak-gejolak tersebut ialah kasus bank century, maraknya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh elite politik seperti kasus Gayus Tambunan. Oleh karena itu terlalu banyaknya masalah yang terjadi khususnya pada bidang perekonomian, membuat masyarakat merasa tidak puas dengan kinerja pemerintahan SBY (jilid II). Namun, dibalik itu semua beliau juga memberi dampak positif bagi perekonomian Indonesia, salah satunya memberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai) kepada masyarakat yang kurang mampu, kemudian BOS (Bantuan Operasional Sekolah) untuk diberikan kepada peserta didik dari mulai SD, SMP, hingga SMA, lalu beliau juga mengkonfersikan pemakaian minyak tanah ke gas.

Sedangkan pada saat pemerintah Jokowi, kebijakan ekonomi ditujukan untuk memperbaiki dan menjaga kestabilan perekonomian Negara. Namun, kebijakan yang diambil pemerintah tidak hanya sekedar mengejar target inflasi yang rendah guna memperbaiki kondisi keuangan Negara. Seharusnya tidak demikian karena kebijakan ekonomi menyangkut pada banyak hal seperti bagaimana mendorong sektor riil, bagaimana memperbesar kesempatan kerja, bagaimana menjaga kestabilan nilai tukar rupiah (bukan penguatan nilai tukar) dan bagaimana menjaga keseimbangan perdagangan luara negeri ( ekspor dan impor ).

SUMBER

  1. http://anis-permata.blogspot.com/2014/08/kondisi-perekonomian-indonesia-pada.html
  2. http://www.slideshare.net/NisaIchaEl/sejarah-12-masa-pemerintahan-sby-makalah
  3. http://www.academia.edu/8816499/Makalah_MM
  4. http://www.dw.de/jokowi-perlu-melakukan-reformasi-ekonomi-makro/a-18008542
  5. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5444f9d456375/tiga-goncangan-ekonomi-tahun-pertama-jokowi-jk

SIKLUS HIDUP PRODUK SONY ERICSSON

Sony Ericsson

  • Sejarah Sony Ericsson
  Sony Ericsson (Sony Ericsson Mobile Communications AB) adalah perusahaan pembuat telepon genggam yang didirikan pada tahun 2001 hasil gabungan dari dua perusahaan besar dalam dua bidang yang berbeda, yaitu perusahaan Jepang, Sony Coorporation (elektronik) yang didirikan oleh Akio Morita pada tanggal 7 Mei 1946 dan perusahaan Swedia, Ericsson (telekomunikasi selular) yang didirikan oleh Lars Magnus Ericsson pada tanggal 18 Agustus 1918.
   Markas perusahaan ini dulunya berada di Swedia dan telah berpindah ke Hammersmith di London, Inggris. Tujuan utama kedua perusahaan ini yaitu membuat handphone yang mengutamakan musik, kamera, serta video. Saat itu, Sony Ericsson merupakan perusahaan pembuat ponsel terbesar keenam di dunia setelah Nokia, Samsung, LG, Research in Motion, dan Apple.

  • Siklus Hidup Produk Sony Ericsson

Ada 4 tahap siklus hidup dalam produk Sony Ericsson, yaitu :

1. Tahap Perkenalan (Introduction).

Pada tahap ini, Sony Ericsson mulai menciptakan model baru berkemampuan fotografi digital sebagai strategi yang sukses di pasar dunia tahun 2002-2003 dengan pencapaian target keuntungan pertama. Sony Ericsson yang awalnya meproduksi CMDA, kemudian berfokus pada pemasaran GSM. Pada Oktober 2003, Sony meluncurkan P900 yang diperkenalkan di Las Vegas dan Beijing. Tahun 2004, pasar sahamnya meningkat hingga 7% dari 5,6% pada bulan Juli, lalu mengeluarkan produk P910 communicator dengan fitur thumbboard terintegrasi, e-mail, dan memory eksternal. Pada tahun 2005, Sony kembali merilis ponsel terbaru K750i dengan fitur kamera 2 megapixel dan juga W800i sebagai kesuksesan pertama dalam memproduksi ponsel Walkman. Selanjutnya Sony juga memproduksi operasi Symbian UIQ P990 (Oktober 2005), CyberShot K750 (2005), CyberShot K850 (2007), C905 (2008).

2.  Tahap Pertumbuhan (Growth)

Merupakan tahapan dimana penjualan produk mulai mengalami peningkatan. Pada tahap ini, Sony Ericsson menciptakan fitur dan layanan yang baru untuk barang-barang produksinya untuk lebih meningkatkan penjualannya. Sehingga Sony Ericsson menjadi perusahaan pembuat ponsel terbesar keenam di dunia setelah Nokia, Samsung, LG, Research in Motion, dan Apple.

3. Tahap Kematangan / Kedewasaan (Maturity)

Pada tahap ini, Perusahaan Sony Ericsson memberikan penciptaan fitur dan layanan untuk barang-barang produksinya. Sebagian ponsel Sony Ericsson menggunakan layanan suara GSM  2G dan 3D dan juga layanan EDGE (2.5G) dan 3.5G. sebagiannya juga menggunakan layanan 1G, cdma 2G, 3G, 2.5G dan 3.5G (EV-DO). Sony Ericsson juga menggunakan layanan jaringan dari jepang, seperti au by KDDI, softBank Mobile, dan NTT docomo. Selain itu, Sony Ericsson juga memiliki fitur PlayNow Area yang dapat digunakan untuk mengunduh file yang tersedia dalam fitur tersebut.

Tahun 2009, perusahan SE mengalami penurunan tajam sehingga harus memecat hingga ribuan karyawan sebagai upaya untuk mengendalikan biaya dan gejolak ekonomi yang berkelanjutan serta  memindahkan markasnya ke Atlanta. SE memilih Atlanta karena berdekatan dengan AT&T Inc yang merupakan salah satu perusahaan sebagai pelanggan terbesar. Kemudian SE mengkonsolidasikan pengembangan produk dengan menutup site research di berbagai negara seperti di Swedia, Chennai, India, Miami, San Diego, Seattle, Kista dan Traingle Park.

4. Tahap Penurunan (Decline)

Pada akhirnya pesusahaan ini bangkrut dan pada tahun 2012 saham Ericsson sudah dibeli oleh Sony yang dikarenakan pada kuartal terakhir Sony Ericsson adalah hal yang paling menyengsarakan dengan pembukuan kerugian sebesar USD317 juta yang disebabkan karena kesulitan untuk menyaingi ponsel cerdas kreasi pesaingnya. Sony sendiri mencatat kerugian USD2,1 miliar dalam kuartal terakhir bisnisnya. Melalui pembelian tersebut Sony nampaknya akan mewujudkan rencananya untuk menyatukan deretan produk elektroniknya yang dilengkapi koneksi internet.

Dengan masalah ini yang meyebabkan kerugian pada pembukuan, Sony Ericsson merubah nama menjadi Sony Mobile Communications Inc. Dimana perusahaan ini menjual produk elektronika yang sudah dilengkapi dengan koneksi internet.

Referensi

KILAS BALIK KRISIS EKONOMI TAHUN 1997 – 1998 INDONESIA

PENDAHULUAN

            Krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun 1997 adalah yang paling parah sepanjang orde baru. Ditandai dengan merosotnya kurs rupiah terhadap dolar yang luar biasa, serta menurunnya pendapatan per kapita bangsa kita yang sangat drastis. Lebih jauh lagi, sejumlah pabrik dan industri yang hampir gulung tikar atau disita oleh kreditor menyusul utang sebagian pengusaha yang jatuh tempo pada tahun 1998, dan tidak lama lagi akan menghasilkan ribuan pengangguran baru dengan sederet persoalan Sosial, Ekonomi, dan Politik yang baru pula.

            Sejak kemerdekaan hingga saat ini, Indonesia telah mengalami beberapa fase pemerintahan. Salah satunya adalah zaman pemerintahan orde baru hingga Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya. Pada pemerintahan ini, dapat dikatakan bahwa ekonomi Indonesia berkembang pesat. Dengan kembali membaiknya hubungan politik dengan negara-negara barat dan adanya kesungguhan pemerintah untuk melakukan rekonstruksi dan pembangunan ekonomi,maka arus modal mulai masuk kembali ke Indonesia. PMA dan bantuan luar negeri setiap tahun terus meningkat. Sasaran dari kebijakan tersebut terutama adalah untuk menekan kembali tingkat inflasi, mengurangi defisit keuangan pemerintah dan menghidupkan kembali kegiatan produksi, terutama ekspor yang sempat mengalami kemunduran pada masa orde lama. Indonesia juga sempat masuk dalam kelompok Asian Tiger, yakni Negara-negara yang tingkat prekonomiannya sangat tinggi.

            Namun disamping kelebihan-kelebihan tersebut, terdapat kekurangan dalam pemerintahan orde baru. Kebijakan-kebijakan ekonomi masa orde baru memang telah membuat pertumbuhan ekonomi meningkat pesat, tetapi dengan biaya yang sangat mahal dan fundamental ekonomi yang rapuh. Hal ini dapat dilihat pada buruknya kondisi sektor perbankan nasional dan semakin besarnya ketergantungan Indonesia terhadap modal asing, termasuk pinjaman dan impor. Inilah yang akhirnya membuat Indonesia dilanda suatu krisis ekonomi yang diawali oleh krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada pertengahan tahun 1997. Kecenderungan melemahnya rupiah semakin menjadi ketika terjadi penembakan mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998 dan aksi penjarahan pada tanggal 14 Mei 1998.

            Sejak berdirirnya orde baru tahun 1966-1998, terjadi krisis rupiah pada pertengahan tahun 1997 yang berkembang menjadi suatu krisis ekonomi yang besar. Krisis pada tahun ini jauh lebih parah dan kompleks dibandingkan dengan krisis-krisis sebelumnya yang pernah dialami oleh Indonesia. Hal ini terbukti dengan mundurnya Soeharto sebagai presiden. Kerusuhan Mei 1998, menghancurkan sektor perbankan dan indikator-indikator lainnya, baik ekonomi, sosial, maupun politik. Faktor-faktor yang diduga menjadi penyebab suatu krisis moneter yang berubah menjadi krisis ekonomi yang besar, yakni terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS lebih dari 200% dan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang.

PEMBAHASAN

A. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KRISIS

            Ada asap pasti ada api. Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa sesuatu yang terjadi, itu pasti ada penyebabnya. Begitu pula dengan adanya krisis yang terjadi, pasti ada faktor-faktor yang menyebabkan krisis itu terjadi. Analisis dari faktor-faktor ini diperlukan, karena untuk menangani krisis tersebut tergantung dari ketepatan diagnosa.

Tabel Pertumbuhan ekonomi dari tahun 1984 – 1999.

kk1

      Menjelang meletupnya krisis ekonomi yang dipicu oleh krisis keuangan pada pertengahan tahun 1997, Indonesia termasuk di antara beberapa negara berkembang yang dinilai sebagai sangat berhasil dalam pembangunannya. Ekonomi Indonesia termasuk di beberapa negara Asia yang mengalami kemajuan sedemikian rupa sehingga disebut sebagai miracle. Indonesia sering dijadikan contoh untuk negara-negara berkembang lain bagi program-program  yang  dianggap  berhasil,  seperti  dalam  bidang  keluarga berencana dan penanggulangan kemiskinan. Beberapa indikator makro kondisi ekonomi Indonesia beberapa saat sebelum krisis dapat diangkat kembali sebagai bukti.

  Peningkatan pendapatan per kapita.

            Dalam kurun waktu tiga puluh tahun, sejak tahun1965 sampai 1995, PDB per kapita secara riil mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 6,6% setiap tahunnya. Pada pertengahan tahun 1960-an Indonesia lebih miskin dari India, kemudian pada pertengahan tahun 1990-an PDB per kapita Indonesia melampaui US$ 1.000 yang berarti lebih dari tiga kalinya India (World Bank 1997). Untuk melihat perbandingan pertumbuhan PDB per kapita Indonesia dengan India, bisa dilihat table berikut.

Tabel PDB per kapita Indonesia dari tahun 1965 – 1995.

 kk2

Tabel PDB per kapita India dari tahun 1965 – 1995.

kk3

Penurunan laju inflasi.

            Sekitar awal tahun 1960 sampai akhir tahun 1960-an Indonesia mengalami inflasi yang luar biasa tinggi bahkan pernah sampai 600%, tetapi sejak itu lambat laun dapat dikendalikan. Sampai dengan tahun-tahun terakhir sebelum terjadinya krisis (1997) , Indonesia berhasil menekan laju inflasinya pada angka satu digit saja. Tetapi, pada awal tahun 1998 laju inflasi Indonesia mulai tidak terkendali, sampai akhirnya terjadi krisis pada pertengahan tahun 1998. Pada awal tahun 1999 setelah krisis berakhir tingkat inflasi mulai bisa dikendalikan dan pada akhir 1999 tingkat inflasi sudah kembali normal pada angka satu digit.

Tabel laju inflasi Indonesia tahun 1997 – 2000.

kk4

Peningkatan pendapatan petani dan tercapainya swasembada pangan.

            Berbagai kebijakan dan langkah pembangunan yang telah berhasil mengendalikan inflasi dan meredam fluktuasi harga barang, dibarengi dengan investasi yang strategis dalam peningkatan produktivitas pertanian. Dengan demikian kebijakan itu telah meningkatkan pendapatan petani dan masyarakat di pedesaan, sekaligus menciptakan stabilitas harga beras yang menjadi makanan pokok rakyat Indonesia. Peningkatan pendapatan masyarakat di tingkat bawah ini telah mendorong tumbuhnya  berbagai  industri, baik industri kecil maupun industri besar. Juga telah kita saksikan berkembangnya ekonomi rakyat yang ternyata cukup tangguh dalam menghadapi berbagai gejolak ekonomi.

Peningkatan output manufaktur dalam sumbangannya terhadap PDB.

            Peran industri pengolahan dalam PDB mengalami kenaikan yang sangat berarti, dari 7,6% pada tahun 1973 menjadi hampir 25% pada tahun 1995. Hal ini khususnya didorong oleh pertumbuhan ekspor produk-produk olahan seperti garment  (pakaian jadi), produk kain dan alas kaki, barang-barang elektronik dan kayu lapis. Ekspor non migas, yang kini telah menjadi bagian terbesar dari produk industri pengolahan kita, mengalami kenaikan sekitar 22% setiap tahunnya selama satu dekade penuh, yaitu sejak tahun 1985 ketika deregulasi diberlakukan untuk pertama kalinya sampai dengan tahun 1995, dan kenaikan ini adalah empat kali lebih cepat dibandingkan dengan rata-rata kenaikan perdagangan dunia (Stern 2000).

Penurunan tingkat kemiskinan

            Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional mengalami penurunan secara dramatis, yaitu dari sekitar 69% pada tahun1970 menjadi 49% pada tahun 1976 kemudian menjadi 15% pada tahun 1990 dan mencapai11,5% pada tahun 1996. Sebelum terjadinya krisis, diperkirakan bahwa menjelang tahun 2005, ketika PDB per kapita Indonesia mencapai US$2.300, dan ketika Indonesia layak disebut sebagai a middle-income industrialized country, angka kemiskinan akan menurun secara tajam menjadi kurang dari 5%, atau kira-kira sama tingkatannya dengan newlyindustrialized country lainnya. Berdasarkan salah satu dokumen Bank Dunia (1997), di antara negara-negara sedang berkembang Indonesia dinyatakan sebagai salah satu negara yang paling cepat mengurangi angka kemiskinannya. Prestasi ini diperoleh setelah kita melakukan upaya pembangunan di berbagai bidang dengan strategi pertumbuhan yang berorientasi padat karya dan didukung oleh pembangunan sumber daya manusianya, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan. Pada waktu yang bersamaan, upaya tersebut telah meningkatkan pendapatan riil masyarakat dengan cepat, sama cepatnya dengan peningkatan PDB  perkapita.

Lalu setelah itu, krisis pun datang dan bergejolak di Indonesia. Berikut ini Penyebab Krisis Ekonomi Indonesia tahun 1997 – 1998 :

1. Jumlah hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek, telah menciptakan kondisi “ketidakstabilan”. Hal ini diperburuk oleh rasa percaya diri yang berlebihan, bahkan cenderung mengabaikan, dari para menteri di bidang ekonomi maupun masyarakat perbankan sendiri menghadapi besarnya serta persyaratan hutang swasta tersebut.

            Pemerintah selama ini selalu ekstra hati-hati dalam mengelola hutang pemerintah (atau hutang publik lainnya), dan senantiasa menjaganya dalam batas-batas yang dapat tertangani (manageable). Akan tetapi untuk hutang yang dibuat oleh sektor swasta Indonesia, pemerintah sama sekali tidak memiliki mekanisme pengawasan. Setelah krisis berlangsung, barulah disadari bahwa hutang swasta tersebut benar -benar menjadi masalah yang serius. Antara tahun 1992 sampai dengan bulan Juli 1997, 85% dari penambahan hutang luar negeri Indonesia berasal dari pinjaman swasta (Data Bank Dunia, 1998). Hal ini mirip dengan yang terjadi di negara-negara lain di Asia yang dilanda krisis. Dalam banyak hal, boleh dikatakan bahwa negara telah menjadi korban dari keberhasilannya sendiri. Mengapa demikian? Karena kreditur asing tentu bersemangat meminjamkan modalnya kepada perusahaan-perusahaan (swasta) di negara yang memiliki inflasi rendah, memiliki surplus anggaran, mempunyai tenaga kerja terdidik dalam jumlah besar, memiliki sarana dan prasarana yang memadai, dan menjalankan sistem perdagangan terbuka.

            Daya tarik dari “dynamic economies’” ini telah menyebabkan net capital inflows atau arus modal masuk (yang meliputi hutang jangka panjang, penanaman modal asing, dan equity purchases) ke wilayah Asia Pasifik meningkat dari US$25 milyar pada tahun 1990 menjadi lebih dari US$110 milyar pada tahun 1996 (Greenspan 1997). Sayangnya, banyaknya modal yang masuk tersebut tidak cukup dimanfaatkan untuk sektor-sektor yang produktif, seperti pertanian atau industri, tetapi justru masuk ke pembiayaan konsumsi, pasar modal, dan khusus bagi Indonesia dan Thailand, ke sektor perumahan (real estate). Di sektor-sektor ini memang terjadi ledakan (boom) karena sebagian dipengaruhi oleh arus modal masuk tadi, tetapi sebaliknya kinerja ekspor yang selama ini menjadi andalan ekonomi nasional justru mengalami perlambatan, akibat apresiasi nilai tukar yang terjadi, antara lain, karena derasnya arus modal yang masuk itu.

            Selain itu, hutang swasta tersebut banyak yang tidak dilandasi oleh kelayakan ekonomi, tetapi lebih mengandalkan koneksi politik, dan seakan didukung oleh persepsi bahwa negara akan ikut menanggung biaya apabila kelak terjadi kegagalan. Lembaga keuangan membuat pinjaman atas dasar perhitungan aset yang telah “digelembungkan” yang pada gilirannya mendorong lagi terjadinya apresiasi lebih lanjut (Kelly and Olds 1999). Ini adalah akibat dari sistem yang sering disebut sebagai “crony capitalism”. Moral hazard dan penggelembungan aset tersebut, seperti dijelaskan oleh Krugman (1998), adalah suatu strategi “kalau untung aku yang ambil, kalau rugi bukan aku yang tanggung (heads I win tails somebody else loses)”. Di tengah pusaran (virtous circle) yang semakin hari makin membesar ini, lembaga keuangan meminjam US dollar, tetapi menyalurkan pinjamannya dalam kurs lokal (Radelet and Sachs 1998). Yang ikut memperburuk keadaan adalah batas waktu pinjaman (maturity) hutang swasta tersebut rata-rata makin pendek. Pada saat krisis terjadi, rata-rata batas waktu pinjaman sektor swasta adalah 18 bulan, dan menjelang Desember 1997 jumlah hutang yang harus dilunasi dalam tempo kurang dari satu tahun adalah sebesar US$20,7 milyar (World Bank 1998).

2.  Banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri dan melemahnya angka rupiah yang menyebabkan krisis moneter.

            Sebagian besar produksi terhenti dan laju pertumbuhan ekonomi selama periode 1962 – 1966 kurang dari 2% yang mengakibatkan penurunan pendapatan per kapita. Defisit anggaran belanja pemerintah yang sebagian besar dibiayai dengan kredit dari BI meningkat tajam dari 63%  dari penerimaan pemerintah tahun 1962 menjadi 127% tahun 1966.Selain itu,buruknya perekonomian Indonesia masa transisi juga disebabkan oleh besarnya defisit neraca perdagangan dan utang luar negeri, yang kebanyakan diperoleh dari negara blok timur serta inflasi yang sangat tinggi. Disamping itu, pengawasan devisa yang amat ketat menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS naik dua atau tiga kali lipat. Akibatnya terjadi kegiatan spekulatif dan pelarian modal ke luar negeri. Hal ini memperburuk perekonomian Indonesia pada masa itu.

            Bulan September 1984, Indonesia mengalami krisis perbankan, yang bermula dari deregulasi perbankan 1 Juni 1983 yang memaksa bank-bank negara untuk memobilisasi dana mereka dan memikul risiko kredit macet,serta bebas untuk menentukan tingkat suku bunga, baik deposito berjangka maupun kredit (Nasution,1987). Masalah-masalah tersebut terus berlangsung hingga terjadi krisis ekonomi yang bermula pada tahun 1997.

            Mekanisme pengendalian dan pengawasan dari pemerintah tidak efektif dan tidak mampu mengikuti cepatnya pertumbuhan sektor perbankan. Yang lebih parah, hampir tidak ada penegakan hukum terhadap bank-bank yang melanggar ketentuan, khususnya dalam kasus peminjaman ke kelompok bisnisnya sendiri, konsentrasi pinjaman pada pihak tertentu, dan pelanggaran kriteria layak kredit. Pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan di sektor perbankan dan pasar modal.

Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain kemudahan membuka bank baru, pemberian ijin kepada bank asing beroperasi di Jakarta, penghapusan batas kredit, dan mengijinkan investor asing memiliki saham domestik. Paket kebijakan itu diantaranya adalah Paket 27 Oktober 1988 . Paket itu adalah aturan paling liberal sepanjang sejarah perbankan Indonesia. Hanya dengan modal Rp 10 milyar, siapa saja bisa mendirikan bank baru. Paket Oktober 1988 (Pakto 88) dianggap telah banyak mengubah kehidupan perbankan nasional. Keberhasilan itu dinyatakan dalam angka-angka absolut seperti pada jumlah bank, kantor cabang, jumlah dana yang dihimpun, jumlah kredit yang disalurkan, tenaga kerja yang mampu dipekerjakan, serta volume usaha dalam bentuk aset dan hasil-hasilnya. Pada waktu yang bersamaan banyak sekali bank yang sesunguhnya tidak bermodal cukup (undercapitalized) atau kekurangan modal, tetapi tetap dibiarkan beroperasi. Semua ini berarti, ketika nilai rupiah mulai terdepresiasi, sistem perbankan tidak mampu menempatkan dirinya sebagai “peredam kerusakan”, tetapi justru menjadi korban langsung akibat neracanya yang tidak sehat.

            Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak awal Juli 1997, di akhir tahun itu telah berubah menjadi krisis ekonomi. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, menyebabkan harga-harga naik drastis. Banyak perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. Jumlah pengangguran meningkat dan bahan-bahan sembako semakin langka. Krisis ini tetap terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia. Yang dimaksud fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, laju inflasi terkendali, cadangan devisa masih cukup besar dan realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus.

            Menanggapi perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang mulai merosot sejak bulan Mei 1997, pada bulan Juli 1997 BI melakukan empat kali intervensi dengan memperlebar rentang intervensi. Namun pengaruhnya tidak banyak. Nilai rupiah dalam dolar AS terus tertekan. Tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai nilai terendah hingga saat itu, yakni dari Rp2.655,00 menjadi Rp2.682,00 per dollar AS. BI akhirnya menghapuskan rentang intervensi dan pada akhirnya rupiah turun ke Rp2.755,00 per dollar AS. Tetapi terkadang nilai rupiah juga mengalami penguatan beberapa poin. Misalnya, pada bulan Maret 1988 nilai rupiah mencapai Rp10.550,00 untuk satu dollar AS, walaupun sebelumnya, antara bulan Januari dan Februari sempat menembus Rp11.000,00 rupiah per dollar AS. Selama periode Agustus 1997-1998, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terendah terjadi pada bulan Juli 1998, yakni mencapai nilai antara Rp14.000,00 dan Rp15.000,00 per dollar AS. Sedangkan dari bulan September 1998 hingga Mei 1999, perkembangan kurs rupiah terhadap dolar AS berada pada nilai antara Rp8.000,00 dan Rp11.000,00 per dollar AS. Selama periode 1 Januari 1998 hingga 5 Agustus 1998, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS adalah yang paling tinggi dibandingkan dengan mata uang-mata uang Negara-negara Asia lainnya yang juga mengalami depresiasi terhadap dolar AS selama periode tersebut.

Sebagai konsekuensinya, BI pada tanggal 14 Agustus 1997 terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing. Dengan demikian, BI tidak melakukan intervensi lagi di pasar valuta asing, sehingga nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar.

3. Sejalan dengan makin tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi pula.

            Hill (1999) menulis bahwa banyaknya pihak yang memiliki vested interest dengan intrik-intrik politiknya yang menyebar ke mana-mana telah menghambat atau menghalangi gerak pemerintah, untuk mengambil tindakan tegas di tengah krisis. Jauh sebelum krisis terjadi, investor asing dan pelaku bisnis yang bergerak di Indonesia selalu mengeluhkan kurangnya transparansi, dan lemahnya perlindungan maupun kepastian hukum. Persoalan ini sering dikaitkan dengan tingginya “biaya siluman” yang harus dikeluarkan bila orang melakukan kegiatan bisnis di sini. Anehnya, selama Indonesia menikmati economic boom persepsi negatif tersebut tidak terlalu menghambat ekonomi Indonesia. Akan tetapi begitu krisis menghantam, maka segala kelemahan itu muncul menjadi penghalang bagi pemerintah untuk mampu mengendalikan krisis. Masalah ini pulalah yang mengurangi kemampuan kelembagaan pemerintah untuk bertindak cepat, adil, dan efektif. Akhirnya semua itu berkembang menjadi “krisis kepercayaan” yang ternyata menjadi penyebab paling utama dari segala masalah ekonomi yang dihadapi pada waktu itu. Akibat krisis kepercayaan itu, modal yang dibawa lari ke luar tidak kunjung kembali, apalagi modal baru.

4. Perkembangan situasi politik telah makin menghangat akibat krisis ekonomi, dan pada gilirannya memperbesar dampak krisis ekonomi itu sendiri.

            Faktor ini merupakan hal yang paling sulit diatasi. Kegagalan dalam mengembalikan stabilitas sosial-politik telah mempersulit kinerja ekonomi dalam mencapai momentum pemulihan secara mantap dan berkesinambungan.

            Meskipun persoalan perbankan dan hutang swasta menjadi penyebab dari krisis ekonomi, namun, kedua faktor yang disebut terakhir di atas adalah penyebab lambatnya pemulihan krisis di Indonesia. Pemulihan ekonomi masyarakat, bahkan tidak mungkin dicapai, tanpa pulihnya kepercayaan pasar, dan kepercayaan pasar tidak mungkin pulih tanpa stabilitas politik dan adanya permerintahan yang terpercaya (credible).

 

5. Krisis ekonomi yang berawal dari Thailand dan berdampak pada perekonomian di Negara Negara  Asean.

            Menurut Fischer (1998), sesungguhnya pada masa kejayaan Negara-negara Asia Tenggara, krisis di beberapa negara, seperti Thailand, Korea Selatan, dan Indonesia, sudah bisa diramalkan meski waktunya tidak dapat dipastikan. Misalnya di Thailand dan Indonesia, defisit neraca perdagangan terlalu besar dan terus meningkat setiap tahun, sementara pasar properti dan pasar modal di dalam negeri berkembang pesat tanpa terkendali. Selain itu, nilai tukar mata uang di dua Negara tersebut dipatok terhadap dolar AS terlalu rendah yang mengakibatkan ada kecenderungan besar dari dunia usaha didalam negeri untuk melakukan pinjaman luar negeri, sehingga banyak perusahaan dan lembaga keuangan di negara-negara itu menjadi sangat rentan terhadap risiko perubahan nilai tukar valuta asing. Dan yang terakhir adalah aturan serta pengawasan keuangan oleh otoriter moneter di Thailand dan Indonesia yang sangat longgar hingga kualitas pinjaman portfolio perbankan sangat rendah.

            Dari tahun 1985 ke tahun 1995, Ekonomi Thailand tumbuh rata-rata 9%. Pada 1996, dana hedge Amerika telah menjual $400 juta mata uang Thai. Dari 1985 sampai 2 Juli 1997, baht dipatok 25 bath per dollar AS. Pada tanggal 14 dan tanggal 15 Mei 1997, nilai tukar bath Thailand terhadap dolar AS mengalami goncangan akibat para investor asing mengambil keputusan “jual”, karena tidak percaya lagi terhadap prospek perekonomian dan ketidakstabilan politik Negara Thailand. Untuk mempertahankan nilai tukar bath agar tidak jatuh terus, Thailand melakukan intervensi yang didukung oleh Bank Sentral Singapura. Namun, pada tanggal 2 Juli 1997, Bank Sentral Thailand mengumumkan bahwa nilai tukar bath dibebaskan dari ikatan dollar AS dan meminta bantuan IMF. Pengumuman ini menyebabkan nilai bath terdepresiasi sekitar 15-20% hingga mencapai nilai terendah, yakni 28,20 bath per dollar AS. Pada 1997, sebenarnya kondisi ekonomi di Indonesia tampak jauh dari krisis.Tidak seperti Thailand, tingkat inflasi Indonesia lebih rendah. Nilai tukar rupiah terhadap dolar, menguat. Dalam kondisi ekonomi seperti itulah, banyak perusahaan di Indonesia meminjam uang dalam bentuk dolar AS.

            Krisis moneter yang terjadi di Thailand ini, menyebabkan Indonesia dan beberapa negara Asia, seperti Filipina, Korea dan Malaysia mengalami krisis keuangan. Ketika krisis melanda Thailand, nilai baht terhadap dolar anjlok dan menyebabkan nilai dolar menguat. Penguatan nilai tukar dolar berimbas ke rupiah. Sekitar bulan Juli 1997, di Indonesia terjadi depresiasi nilai tukar rupiah, nilai rupiah terus merosot. Di bulan Agustus 1997 nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah dari Rp2.500,00 menjadi Rp2.650,00 per dolar AS. Sejak saat itu, posisi mata uang Indonesia mulai tidak stabil. Padahal, pada saat itu hutang luar negeri Indonesia, baik swasta maupun pemerintah, sudah sangat besar. Tatanan perbankan nasional kacau dan cadangan devisa semakin menipis. Perusahaan yang tadinya banyak meminjam dolar (ketika nilai tukar rupiah kuat terhadap dolar), kini sibuk memburu atau membeli dolar untuk membayar bunga pinjaman mereka yang telah jatuh tempo, dan harus dibayar dengan dolar. Nilai rupiah pun semakin jatuh lebih dalam lagi. IMF datang dengan paket bantuan 23 milyar dolar, tapi tidak mampu memperbaiki keadaan. Malahan akhirnya paket bantuan IMF itu, yang dalam penggunaannya banyak terjadi penyelewengan, semakin menambah beban utang yang harus ditanggung oleh rakyat Indonesia.

6. Harga minyak bumi tidak stabil

            Fluktuasi harga minyak bumi yang sulit diprediksi dan kecenderungan menurunnya harga minyak bumi di pasar dunia pada awal 1980, telah mendorong pemerintah untuk mengalihkan ketergantungan perekonomian dari sektor migas ke sektor non migas. Terkait dengan hal tersebut pemerintah melakukan deregulasi di bidang industrialisasi, antara lain memberi kelonggaran bagi investor asing di bidang ekspor-impor, menurunkan tarif bea masuk impor bahan baku dan barang modal, menyederhanakan prosedur ekspor impor, dan memberikan fasilitas drawback system pada impor bahan baku dan barang modal yang digunakan untuk ekspor.

B. DAMPAK KRISIS TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

            Sejak bulan Juli 1997, Indonesia mulai terkena imbas krisis moneter yang menimpa dunia khususnya Asia Tenggara. Struktur ekonomi nasional Indonesia saat itu masih lemah untuk mampu menghadapi krisis global tersebut. Dampak negatif yang ditimbulkan antara lain, kurs rupiah terhadap dollar AS melemah pada tanggal 1 Agustus 1997, pemerintah melikuidasi 16 bank bermasalah pada akhir tahun 1997, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang mengawasi 40 bank bermasalah lainnya dan mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk membantu bank-bank bermasalah tersebut. Namun kenyataannya terjadi manipulasi besar-besaran terhadap dana KLBI yang murah tersebut. Dampak negatif lainnya adalah kepercayaan internasional terhadap Indonesia menurun, perusahaan milik Negara dan swasta banyak yang tidak dapat membayar utang luar negeri yang akan dan telah jatuh tempo, angka pemutusan hubungan kerja meningkat karena banyak perusahaan yang melakukan efisiensi atau menghentikan kegiatannya, kesulitan menutup APBN, biaya sekolah di luar negeri melonjak, laju inflasi yang tinggi, angka kemiskinan meningkat dan persediaan barang nasional, khususnya Sembilan bahan pokok di pasaran mulai menipis pada akhir tahun 1997. Akibatnya, harga-harga barang naik tidak terkendali dan berarti biaya hidup semakin tinggi.

            Meningkatnya ekspor dan investasi telah mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat pesat hingga mencapai rata-rata diatas 7% sejak tahun 1989-1996. Kuatnya fundamental ekonomi menjadi daya tarik bagi investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia. Hal tersebut telah mendorong peningkatan utang swasta berjangka pendek maupun jangka panjang hingga mencapai sekitar 157% terhadap PDB pada tahun 1998. Sayangnya utang-utang tersebut tidak dimanfaatkan pada sektor yang produksif seperti industry komoditas ekspor, tetapi justru ditanamkan pada sektor-sektor kurang produktif seperti konsumsi, real estate, dan lainnya. Sedangkan kinerja ekspor justru mengalami perlambatan sebagai dampak dari menguatnya nilai tukar rupiah.

Tabel Pergerakan Rasio Utang Luar Negeri 1990-1999.

kk5

            Di sektor perbankan, mekanisme pengawasan tidak efektif dan tidak mampu mengikuti pesatnya pertumbuhan sektor perbankan. Sehingga banyak industry bank yang tidak sehat. Dengan longgarnya peraturan perbankan, pertumbuhan bank baru masih berlanjut hingga tahun 1994. Dan itulah yang membuat ekspansi kredit makin gencar. Pada tahun 1995, misalnya, di sektor properti saja sudah dikucurkan kredit sekitar Rp 41 triliun. Sementara itu, bank asing juga diizinkan membuka cabang di enam kota besar. Bahkan bentuk patungan bank asing dan swasta nasional juga diizinkan. Dengan demikian, monopoli dana BUMN oleh bank-bank milik Negara terhapuskan. Beberapa bank berubah menjadi bank devisa karena syaratnya kelewat lunak. Meledaknya jumlah bank itu dikuti dengan kompetisi sengit dalam perekrutan tenaga kerja. Juga dalam hal mobilisasi dana deposito dan tabungan. Di sisi lain, ada perlombaan sengit untuk mengucurkan kredit dan pinjaman. Yang terjadi adalah kehati-hatian dan keamanan dalam menyalurkan kredit menjadi terabaikan. Akibatnya pasti, kredit macet menggunung. Beberapa dampak Pakto 88 pada sektor perbankan adalah pertama bank-bank banyak dikuasai para konglomerat sehingga suburlah praktek insider lending alias pemberian kredit untuk kelompok usaha mereka sendiri. Dampak lainnya adalah tingginya suku bunga. Bahkan ada bank swasta yang berani memasang tarif 30 % setahun. Suku bunga tidak lagi ditentukan kekuatan pasar, akibat mekanisme kredit makin tidak sempurna dengan adanya alokasi kredit untuk kalangan sendiri. Kredit macet makin tak terkendali. Selain itu pemilik bank memperkuat status-quo kesenjangan penguasaan sumber ekonomi dalam masyarakat serta investasi banyak dikucurkan ke sektor mewah, misalnya apartemen, perkantoran mewah, dan lapangan golf.

            Ketika rupiah terdepresiasi cukup tajam sebagai dampak dari krisis finansial di Thailand, sektor perbankan tidak mampu menjadi menahan krisis, justru menjadi korban karena neracanya tidak sehat. Hal tersebut ditambah dengan perubahan politik yang tidak jelas arahnya, akhirnya berkembang menjadi krisis kepercayaan. Hal ini telah mendorong terjadinya capital outflow, sehingga rupiah semakin terpuruk bahkan pernah menyentuh level Rp 16000/US$ pada awal tahun 1998.

Tabel Pergerakan Nilai Tukar Rupiah 1995-1999.

kk6

            Selain memberi dampak negatif, krisis ekonomi juga membawa dampak positif. Secara umum impor barang, termasuk impor buah menurun tajam, perjalanan ke luar negeri dan pengiriman anak sekolah ke luar negeri juga menurun, kebalikannya arus masuk turis asing akan lebih besar, meningkatkan ekspor khususnya di bidang pertanian, proteksi industri dalam negeri meningkat, dan adanya perbaikan dalam neraca berjalan. Krisis ekonomi juga menciptakan suatu peluang besar bagi Unit Kecil Menengah (UKM) dan Industri Skala Kecil (ISK), yakni pertumbuhan jumlah unit usaha, jumlah pekerja atau pengusaha, munculnya tawaran dari IMB untuk melakukan mitra usaha dengan ISK, peningkatan ekspor, dan peningkatan pendapatan untuk kelompok menengah ke bawah. Namun secara keseluruhan, dampak negatif dari jatuhnya nilai tukar rupiah masih lebih besar dari dampak positifnya.

C. KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PERAN IMF DALAM MENGATASI KRISIS

            Pada bulan Mei 1998, setelah menghadapi tekanan yang makin luas dari masyarakat, yang diujungtombaki mahasiswa, akhirnya Presiden Soeharto mundur dari jabatannya dan digantikan oleh Wakil Presiden Habibie. Presiden Habibie meminta Menko Ekuin untuk tetap duduk sebagai Menko Ekuin di kabinetnya, dan tetap melanjutkan upaya pemulihan seperti yang telah dirintis sebelumnya. Dalam tempo singkat pemerintah baru bergerak cepat dengan serangkaian kebijakan yang didukung oleh masyarakat internasional. Tujuannya adalah untuk menghentikan kerusakan lebih lanjut pada perekonomian dan segera memacu pemulihan ekonomi. Agenda pemulihan dimaksud ditempuh melalui lima program, yaitu:

  1. Mengembalikan stabilitas makro ekonomi.
  2. Melanjutkan reformasi structural.
  3. Merestrukturisasi sistem  perbankan.
  4. Menyelesaikan masalah hutang swasta.
  5. Mengurangi dampak krisis pada  penduduk miskin melalui pelaksanaan JPS (jaring pengaman sosial /social safety net).

Semua program itu harus dilakukan secepat mungkin. Dengan langkah-langkah tersebut pemerintah berhasil meredam tingkat kerusakan ekonomi akibat krisis, bahkan mampu mengembalikan Indonesia  pada jalur pemulihan yang benar. Hal ini terbukti dengan mulai pulih dan stabilnya nilai tukar rupiah menjadi Rp6.500 sampai Rp7.500 perdolar, dalam kurun waktu yang cukup lama, sampai menjelang pemilihan presiden di bulan Oktober 1999. Inflasi juga terkendali, dari hampir 80%  pada tahun 1998 menjadi 2% saja pada tahun berikutnya (1999).

Tabel inflasi setelah krisis 1998 – 2004.

kk7

            Dengan kondisi ini tingkat suku bunga dapat turun dari sekitar 80% menjadi 11-12%. Konsumsi dalam negeri mulai pulih, khususnya dalam permintaan terhadap industri otomotif dan industri konstruksi. Pendek kata, turbulensi ekonomi itu dalam waktu singkat telah berhasil dikendalikan. Menjelang pertengahan 1999 krisis ekonomi Indonesia telah melampaui titik nadir dan telah mulai akan tumbuh lagi. Sepanjang tahun itu ekonomi berhasil tumbuh sedikit dengan  peningkatan PDB sebesar 0,3%.

Tabel peningkatan PDB Indonesia setelah krisis 1998 – 2005.

kk8

      Seandainya momentum pemulihan ekonomi dapat dijaga secara konsisten, berdasarkan prediksi waktu itu, maka pertumbuhan pada tahun 2000 diperkirakan sebesar 4-5%. Yang terpenting adalah bahwa ekspor kembali bergairah, antara lain karena para eksportir menikmati keuntungan atas terdepresiasinya nilai mata uang rupiah. Kecenderungan ini relatif berlaku sama untuk negara-negara yang dilanda krisis, seperti Thailand, Korea Selatan, Malaysia, dan Indonesia. Untuk meredam dampak krisis terhadap masyarakat miskin, dengan cepat diberlakukan  program JPS dalam berbagai bentuk, seperti:

  1. Penyediaan subsidi beras untuk keluarga miskin.
  2. Pemberian beasiswa untuk murid dari SD hingga perguruan tinggi (pelayanannya mencapai 1,7  juta murid).
  3. Pelayanan kesehatan secara cuma-cuma bagi keluarga miskin.
  4. Pembangunan  prasarana desa melalui program padat karya untuk menciptakan lapangan kerja secara massal.

         Pada waktu yang bersamaan, produksi padi telah kembali ke posisi semula, seperti kondisi sebelum krisis. Hal ini, selain karena iklim telah mulai pulih ke kondisi normal, juga karena ditunjang oleh berbagai program pemberdayaan petani yang meliputi pemberian kredit usaha tani dan bantuan teknis melalui perguruan tinggi setempat, LSM, dan koperasi. Rekonstruksi ekonomi seperti yang telah digambarkan di atas dilaksanakan melalui cara konstitusional, dengan berbagai undang-undang dan peraturan, yang dibarengi pula dengan  pembentukan lembaga baru sesuai kebutuhan. Langkah-langkah reformasi yang dilakukan pemerintah adalah :

  1. Pemerintahan Habibie memperkenalkan undang-undang baru tentang kepailitan yang memberikan kepastian hukum kepada kreditur maupun debitur.
  2. Menetapkan mekanisme penyelesaian hutang swasta melalui apa yang dikenal sebagai Prakarsa Jakarta (Jakarta Initiative Task Force).
  3. Penutupan atau pengambilalihan bank yang tidak sehat dan yang melanggar ketentuan.
  4. Memperkuat BPPN dengan mempertegas status kelembagaan dan mengisinya dengan SDM yang professional
  5. Menetapkan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang independen
  6. Menetapkan peraturan untuk menjamin praktik bisnis yang kompetitif, sehat, dan anti monopoli
  7. Bekerja sama dengan sektor swasta dalam membangun good corporate  governance.

       Sejalan dengan langkah reformasi di bidang ekonomi ini, pemerintahan Habibie juga memulai reformasi di bidang politik sebagai landasan hidup berdemokrasi, termasuk penyelesaian isu politik yang sensitif di forum internasional, yaitu kasus Timor Timur. Pemilihan umum  berhasil diselenggarakan pada bulan Juni 1999, dan yang dicatat sebagai pemilihan umum multipartai yang sangat demokratis dengan disaksikan oleh para pengamat dari seluruh dunia. Kemudian diikuti dengan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden, dan ini pun dicatat sebagai pemilihan presiden yang paling demokratis sejak proklamasi kemerdekaan tahun 1945. Langkah lainnya masih banyak lagi. Hak asasi manusia dihormati dan penegakan hukum diupayakan terus menerus. Kepolisian dipisahkan dari tentara (TNI), dan tentara berada di bawah  pengendalian sipil. Kontrol atas media massa dicabut, kebebasan pers diberlakukan, kebebasan  berserikat dan kemerdekaan mengeluarkan pendapat dijamin. Serikat buruh tidak lagi dibatasi oleh beberapa faktor, seperti kinerja yang kurang efisien, tagihan listrik dalam jumlah besar yang tidak dibayar, tetapi sebab utama karena merosotnya nilai tukar rupiah. Jadi tindakan yang pokok adalah pertama mengembalikan dulu nilai rupiah ke tingkat yang wajar dan dari sini baru menghitung besarnya subsidi. Tidak bisa biaya produksi dihitung atas dasar nilai tukar dengan dollar AS yang masih relatif tinggi lalu dibebankan kepada konsumen, sementara pendapatan masyarakat adalah dalam rupiah yang tidak berubah sejak sebelum terjadinya krisis moneter, kalau tidak menurun dan banyaknya PHK. Keadaan ini tidak sebanding, kita harus melihat sebab-sebab lain di balik kenaikan biaya produksi. Bila pendapatan masyarakat dalam rupiah juga ikut naik dua atau tiga kali lipat sesuai dengan kenaikan nilai tukar dollar AS, seperti orang asing yang tinggal di Indonesia misalnya. Dalam kaitan ini perlu dipertanyakan, siapa yang menjadi penyebab dari terjadinya krisis yang berkepanjangan ini, sehingga nilai tukar valas naik sangat tinggi dan siapa yang menarik keuntungan dari krisis ini? Janganlah rakyat banyak diminta untuk berkorban mengatasi krisis ini atau membebankan di atas penderitaan rakyat dengan misalnya menaikkan harga BBM dan tarif listrik. Di antara saran-saran IMF juga ada yang mengenai perluasan penyertaan modal asing dalam kegiatan ekonomi Indonesia yang terlalu jauh. Modal asing sudah diberi peluang yang cukup besar untuk investasi di Indonesia dengan diperbolehkannya kepemilikan hingga 100% baik untuk pendirian PMA, bank asing maupun penguasaan saham dari perusahaan-perusahaan yang telah go public, kecuali saham bank nasional yang go public. Meskipun demikian IMF masih meminta dihapuskannya larangan membuka cabang bagi bank asing, izin investasi di bidang perdagangan besar dan eceran, dan liberalisasi perdagangan yang jauh lebih liberal dari komitmen resmi pemerintah di forum WTO, AFTAdan APEC.

            Masalahnya bukan sentimen nasionalisme, tetapi apa sumbangan dari keterbukaan ini terhadap restrukturisasi ekonomi dari program IMF, stabilisasi ekonomi dan moneter, dan apa sumbangannya terhadap pemasukan modal asing? Bukan masalah anti asing atau sentimen nasionalisme yang sempit, tetapi apa salahnya bila pemerintah menyisakan bidang kegiatan untuk pengusaha Indonesia, terutama yang bermodal kecil? Apa permintaan IMF ini tidak terlalu jauh? Kedengarannya seperti IMF menerima titipan pesan sponsor dari negara-negara besar yang ingin memaksakan kepentingannya dengan menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Saran IMF lainnya yang disisipkan dalam persetujuan dan tidak ada kaitannya dengan program stabilisasi ekonomi dan moneter adalah desakannya untuk menyusun Undang-Undang Lingkungan Hidup yang baru (butir 50 dari persetujuan IMF tanggal 15 Januari 1998). Ikut campurnya IMF dalam penyelesaian utang swasta adalah sangat baik, karena IMF sebagai lembaga yang disegani bisa banyak membantu memulihkan kepercayaan kreditor.

Program Reformasi Ekonomi IMF 

            Menurut IMF, krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia disebabkan karena pemerintah baru meminta bantuan IMF setelah rupiah sudah sangat terdepresiasi. Strategi pemulihan IMF dalam garis besarnya adalah mengembalikan kepercayaan pada mata uang, yaitu dengan membuat mata uang itu sendiri menarik. Inti dari setiap program pemulihan ekonomi adalah restrukturisasi sektor finansial. (Fischer 1998b). Sementara itu pemerintah Indonesia telah enam kali memperbaharui persetujuannya dengan IMF, Second Supplementary Memorandum of Economic and Financial Policies (MEFP) tanggal 24 Juni, kemudian 29 Juli 1998, dan yang terakhir adalah review yang keempat, tanggal 16 Maret 1999. Program bantuan IMF pertama ditanda-tangani pada tanggal 31 Oktober 1997. Program reformasi ekonomi yang disarankan IMF ini mencakup empat bidang, yaitu :

  1. Penyehatan sektor keuangan.
  2. Kebijakan fiscal.
  3. Kebijakan moneter.
  4. Penyesuaian struktural.

        Untuk menunjang program ini, IMF akan mengalokasikan stand-by credit sekitar US$11,3 milyar selama tiga hingga lima tahun masa program. Sejumlah US$ 3,04 milyar dicairkan segera, jumlah yang sama disediakan setelah 15 Maret 1998 bila program penyehatannya telah dijalankan sesuai persetujuan, dan sisanya akan dicairkan secara bertahap sesuai kemajuan dalam pelaksanaan program. Dari jumlah total pinjaman tersebut, Indonesia sendiri mempunyai kuota di IMF sebesar US$ 2,07 milyar yang bisa dimanfaatkan. Di samping dana bantuan IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan negara-negara sahabat juga menjanjikan pemberian bantuan yang nilai totalnya mencapai lebih kurang US$ 37 milyar. Namun bantuan dari pihak lain ini dikaitkan dengan kesungguhan pemerintah Indonesia melaksanakan program-program yang diprasyaratkan IMF. Sebagai perbandingan, Korea mendapat bantuan dana total sebesar US$ 57 milyar untuk jangka waktu tiga tahun, di antaranya sebesar US$ 21 milyar berasal dari IMF. Thailand hanya memperoleh dana bantuan total sebesar US$ 17,2 milyar, di antaranya US$ 4 milyar dari IMF dan masing-masing US$ 0,5 milyar berasal dari Indonesia dan Korea. Karena dalam beberapa hal program-program yang diprasyaratkan IMF oleh pihak Indonesia dirasakan berat dan tidak mungkin dilaksanakan, maka dilakukanlah negosiasi kedua yang menghasilkan persetujuan mengenai reformasi ekonomi (letter of intent) yang ditanda-tangani pada tanggal 15 Januari 1998, yang mengandung 50 butir. Saran-saran IMF diharapkan akan mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan cepat dan kurs nilai tukar rupiah bisa menjadi stabil (butir 17 persetujuan IMF 15 Januari 1998). Pokok-pokok dari program IMF adalah sebagai berikut:

A. Kebijakan makro-ekonomi

  • Kebijakan fiscal.
  • Kebijakan moneter dan nilai tukar.

B. Restrukturisasi sektor keuangan

  • Program restrukturisasi bank
  • Memperkuat aspek hukum dan pengawasan untuk perbankan

C. Reformasi structural

  • Perdagangan luar negeri dan investasi
  • Deregulasi dan swastanisasi.
  • Social safety net-Lingkungan hidup.

     Setelah pelaksanaan reformasi kedua ini kembali menghadapi berbagai hambatan, maka diadakanlah negosiasi ulang yang menghasilkan supplementary memorandum pada tanggal 10 April 1998 yang terdiri atas 20 butir, 7 appendix dan satu matriks. Cakupan memorandum ini lebih luas dari kedua persetujuan sebelumnya, dan aspek baru yang masuk adalah penyelesaian utang luar negeri perusahaan swasta Indonesia. Jadwal pelaksanaan masing-masing program dirangkum dalam matriks komitmen kebijakan struktural.

Strategi yang akan dilaksanakan adalah:

  1. Menstabilkan rupiah pada tingkat yang sesuai dengan kekuatan ekonomi Indonesia.
  2. Memperkuat dan mempercepat restrukturisasi sistim perbankan.
  3. Memperkuat implementasi reformasi struktural untuk membangun ekonomi yang efisiendan berdaya saing.
  4. Menyusun kerangka untuk mengatasi masalah utang perusahaan swasta.
  5. Kembalikan pembelanjaan perdagangan pada keadaan yang normal, sehingga eksporbisa bangkit kembali.

Ke tujuh appendix adalah masing-masing :

  1. Kebijakan moneter dan suku bunga.
  2. Pembangunan sektor perbankan.
  3. Bantuan anggaran pemerintah untuk golongan lemah.
  4. Reformasi BUMN dan swastanisasi.
  5. Reformasi structural.
  6. Restrukturisasi utang swasta.
  7. Hukum Kebangkrutan dan reformasi yuridis.

      Prioritas utama dari program IMF ini adalah restrukturisasi sektor perbankan. Pemerintah akan terus menjamin kelangsungan kredit murah bagi perusahaan kecil-menengah dan koperasi dengan tambahan dana dari anggaran pemerintah (butir 16 dan 20dari Suplemen). Awal Mei 1998 telah dilakukan pencairan kedua sebesar US$ 989,4 juta dan jumlah yang sama akan dicairkan lagi berturut-turut awal bulan Juni dan awal bulan Juli, bila pemerintah dengan konsekuen melaksanakan program IMF. Sementara itu Menko Ekuin/Kepala Bappenas menegaskan bahwa “Dana IMF dan sebagainya memang tidak kita gunakan untuk intervensi, tetapi untuk mendukung neraca pembayaran serta memberi rasa aman, rasa tenteram, dan rasa kepercayaan terhadap perekonomian bahwa kita memiliki cukup devisa untuk mengimpor dan memenuhi kewajiban-kewajiban luar negeri”. Pencairan berikutnya sebesar US$ 1 milyar yang dijadwalkan awal bulan Juni baru akan terlaksana awal bulan September.

Kritik Terhadap IMF

     Banyak kritik yang dilontarkan oleh berbagai pihak ke alamat IMF dalam hal menangani krisis moneter di Asia, yang paling umum adalah bahwa :

  1. Program IMF terlalu seragam, padahal masalah yang dihadapi tiap negara tidak seluruhnya sama.
  2. Program IMF terlalu banyak mencampuri kedaulatan negara yang dibantu (Fischer, 1998b).

      Radelet dan Sachs secara gamblang mentakan bahwa bantuan IMF kepada tiga negara Asia (Thailand, Korea dan Indonesia) telah gagal. Setelah melihat program penyelematan IMF di ketiga negara tersebut, timbul kesan yang kuat bahwa IMF sesungguhnya tidak menguasai permasalahan dari timbulnya krisis, sehingga tidak bisa keluar dengan program penyelamatan yang tepat. Salah satu pemecahan standar IMF adalah menuntut adanya surplus dalam anggaran belanja negara, padahal dalam hal Indonesia anggaran belanja negara sampai dengan tahun anggaran 1996/1997 hampir selalu surplus, meskipun surplus ini ditutup oleh bantuan luar negeri resmi pemerintah. Adalah kebijakan dari Orde Baru untuk menjaga keseimbangan dalam anggaran belanja negara, dan prinsip ini terus dipegang. Selama ini tidak ada pencetakan uang secara besar-besaran untuk menutup anggaran belanja negara yang defisit, dan tidak ada tingkat inflasi yang melebihi 10%. Memang dalam anggaran belanja negara tahun 1998/1999 terdapat defisit anggaran yang besar, namun ini bukan disebabkan karena kebijakan defisit finansial dari pemerintah, tetapi oleh karena nilai tukar rupiah yang terpuruk terhadap dollar AS.

            Semakin jatuh nilai tukar rupiah, semakin besar defisit yang terjadi dalam anggaran belanja. Karena itu pemecahan utamanya adalah bagaimana mengembalikan nilai tukar rupiah ke tingkat yang wajar. J. Stiglitz,  pemimpin ekonom Bank Dunia, mengkritik bahwa prakondisi IMF yang teramat ketat terhadap negara-negara Asia di tengah krisis yang berkepanjangan berpotensi menyebabkan resesi yang berkepanjangan. Kemudian berlakunya praktek apa yang dinamakan “konsensus Washington”, yaitu negara pengutang lazimnya harus mendapatkan restu pendanaan dari pemerintah AS, yang pada dasarnya hanya memperluas kesempatan ekonomi AS.

            Kabar terakhir menyebutkan bahwa pencairan bantuan tahap ketiga awal Juni akan tertunda lagi atas desakan pemerintah AS yang dikaitkan dengan perkembangan reformasi politik di Indonesia, dan ini akan menunda cairnya bantuan dari sumber-sumber lain (Hartcher dan Ryan). Anwar Nasution mengkritik bahwa reformasi ekonomi yang disarankan IMF bentuknya masih samar-samar. Tidak ada penjelasan rinci, bagaimana caranya untuk meningkatkan penerimaan pemerintah dan mengurangi pengeluaran pemerintah untuk mencapai sasaran surplus anggaran sebesar 1% dari PDB dalam tahun fiskal 1998/99, dan bagaimana ingin dicapai sasaran pertumbuhan ekonomi sebesar 3%. Harapan satu-satunya adalah peningkatan ekspor non-migas, namun kelemahan utama dari IMF adalah tidak ada program yang jelas untuk meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya produksi untuk mendorong ekspor non-migas.

            Penasehat khusus IMF untuk Indonesia (P.R. Narvekar) sendiri juga mengatakan bahwa “IMF kerap menerapkan standar ganda dalam pengambilan keputusan. Di satu pihak, perwakilan IMF mewakili negara dan pemerintahan dengan kebijakan danvisi politik masing-masing, sementara keputusan yang diambil harus mengacu pada fakta konkret ekonomi. Karenanya, ada saja peluang bahwa tudingan atas pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia yang makin marak belakangan ini, menjadi hal yang disoroti Dewan Direktur IMF dalam pengambilan keputusannya pekan depan”. Demikianpun halnya dengan Bank Dunia. (Kompas, 2 Mei 1998). Sri Mulyani mengemukakan, bahwa di bidang kebijaksanaan makro IMF tidak memperlihatkan adanya konsistensi antar instrumen kebijaksanaan. Di satu pihak IMF memberikan kelenturan dengan mengizinkan dipertahankannya subsidi dan menyediakan dana untuk menciptakan jaringan keselamatan sosial, sedang di lain pihak menganut kebijaksanaan moneter yang kontraktif. Kedua kebijaksanaan ini bisa memandulkan efektivitas kebijaksanaan makro, terutama dalam rangka stabilitas nilai tukar dan inflasi.

            “Secara makro ancaman kegagalan terbesar kesepakatan ketiga ini berasal dari kebijaksanaan moneter yang masih ambivalen, karena keharusan BI melakukan fungsi

lender of last resort bagi perbankan nasional, yang bertentangan dengan tema pengetatan, juga ketidak sejalanan kebijaksanaan moneter dan fiskal” (Sri Mulyani: 72).

            Saran IMF menutup sejumlah bank yang bermasalah untuk menyehatkan sistim perbankan Indonesia pada dasarnya adalah tepat, karena cara pengelolaan bank yang amburadul dan tidak mengikuti peraturan, namun dampak psikologisnya dari tindakan ini tidak diperhitungkan. Masyarakat kehilangan kepercayaan kepada otoritas moneter, Bank Indonesia dan perbankan nasional, sehingga memperparah keadaan dan masyarakat beramai-ramai memindahkan dananya dalam jumlah besar ke bank-bank asing dan pemerintah atau ditaruh di rumah, yang menimbulkan krisis likuiditas perbankan nasional yang gawat. Hal ini juga diakui oleh IMF (butir 14, 15 dan 24 dari persetujuan IMF tanggal 15 Januari 1998). Pertanyaan mendasar yang harus ditujukan kepada IMF menurut penulis adalah sejauh mana IMF bersungguh-sungguh dalam hal membantu mengatasi krisis ekonomi yang sedang melanda Indonesia dewasa ini? Apakah sama seperti kesungguhan Amerika Serikat ketika membantu Meksiko bersama-sama dengan IMF dan negara-negara maju lainnya yang berhasil menggalang sebesar hampir US$ 48 milyar Januari 1995? Setelah mencapai titik terendah tahun 1995, perekonomian Meksiko dengan cepat pada tahun 1996 dapat bangkit kembali. Rencana IMF untuk mencairkan bantuannya secara bertahap dalam jarak waktu yang cukup jauh menunjukkan bahwa IMF menekan Indonesia untuk menjalankan programnya secara ketat dan membiarkan keadaan ekonomi Indonesia terus merosot menuju resesi yang berkepanjangan.

            Dengan menahan pencairan bantuan tahap kedua dan setelah diundur, hanya dicicil US$ 1 milyar dari jumlah US$ 3 milyar, ditambah jarak yang cukup lama antara paket bantuan pertama dan kedua, menyulitkan pemulihan ekonomi Indonesia secara cepat, menghilangkan kepercayaan terhadap rupiah, bahkan memperparah keadaan. Karena badan internasional lain dan negara-negara sahabat yang menjanjikan bantuan juga menunggu signal dari IMF, berhubung semua bantuan tambahan yang besarnya mencapai US$ 27 milyar dikaitkan dengan cairnya bantuan IMF. Di lain pihak, kita juga perlu berterima kasih kepada IMF karena dengan menunda mencairkan bantuannya, IMF sedikit banyak mempunyai andil dalam perjuangan menggulirkan tuntutan reformasi politik, ekonomi dan hukum di Indonesia yang pada akhirnya bermuara pada mundurnya Presiden Soeharto.

            Saran IMF untuk menstabilkan nilai tukar adalah dengan menerapkan kebijakan uang ketat, menaikkan suku bunga dan mengembalikan kepercayaan terhadap kebijakan ekonomi,dari waktu ke waktu mengadakan intervensi terbatas di pasar valas dengan petunjuk IMF (butir 14, 16, 17, 21 dari persetujuan 15 Januari 1998, butir 5, 7 dari Suplemen). Sayangnya tidak ada program khusus yang secara langsung ditujukan untuk menguatkan kembali nilai tukar rupiah, juga tidak ada Appendix untuk masalah ini. IMF tidak memecahkan permasalahan yang utama dan yang paling mendesak secara langsung. IMF bisa saja terlebih dahulu mengambil kebijakan memprioritaskan stabilisasi nilai tukar rupiah, kalau mau, dengan mencairkan dana bantuan yang relatif besar pada bulan November, yang didukung oleh bantuan dana dari World Bank, Asian Development Bank dan negara-negara sahabat.

            Dengan demikian timbulnya krisis kepercayaan yang berkepanjangan dapat dicegah. IMF sendiri tampaknya tidak tahu apa yang harus dilakukannya dan berputar-putar pada kebijakan surplus anggaran, uang ketat, tingkat bunga tinggi, pembenahan sector riil yang memang perlu dan sudah sangat mendesak, dan titipan-titipan khusus dari negara-negara maju yaitu membuka peluang investasi yang seluas-luasnya bagi mereka dengan menggunakan kesempatan dalam kesempitan Indonesia. Di lain pihak memang harus diakui bahwa tekanan ini perlu untuk memastikan kesungguhan Indonesia, karena untuk beberapa tindakan memang ada tanda-tanda kekurang sungguhan di pihak Indonesia. Tidak adanya program dari IMF yang jelas dan berjangka pendek untuk mengembalikan nilai tukar rupiah ke tingkat yang wajar dan menstabilkannya membuat pemerintah cukup lama terombang-ambing antara memilih program IMF atau currency board system, yang justru menjanjikan kepastian dan kestabilan nilai tukar pada tingkat yang wajar. Krisis ekonomi yang tengah berlangsung ini memang bukan tanggung jawab IMF dan tidak bisa dipecahkan oleh IMF sendiri. Namun kekurangan yang paling utama dari IMF adalah bahwa IMF dalam program bantuannya tidak mencari pemecahan terhadap masalah yang pokok dan sangat mendesak ini dan berputar-putar pada reformasi structural yang dampaknya jangka panjang. Bila semua kekuatan bantuan ini dikumpulkan sekaligus secara dini, maka hal ini dengan cepat akan memulihkan kembali kepercayaan masyarakat dalam negeri dan internasional. Namun bantuan dana IMF dan ketergantungan harapan pada IMF ini disalahgunakan untuk menekan pemerintah Indonesia untuk melaksanakan reformasi struktural secara besar-besaran. Ibaratnya orang yang sudah hampir tenggelam diombang-ambing ombak laut tidak segera ditolong dengan dilempari pelampung, tetapi disuruh belajar berenang dahulu. Reformasi struktural sebagaimana yang dianjurkan oleh IMF memang mendasardan penting, tetapi dampak hasilnya baru bisa dirasakan dalam jangka panjang, sementara pemecahan masalahnya sudah sangat mendesak, di mana makin ditunda makin banyak perusahaan yang jatuh bergelimpangan.

            Banyak perusahaan yang mengandalkan pasaran dalam negeri tidak bisa menjual barang hasil produksinya karena perusahaan-perusahaan ini umumnya memiliki kandungan impor yang tinggi dan harga jualnya menjadi tidak terjangkau dengan semakin jatuhnya nilai tukar rupiah. Jadi, utang luar negeri swasta dan nilai tukar rupiah yang merosot jauh dari nilai riilnya adalah masalah-masalah dasar jangka pendek, yang lama tidak disinggung oleh IMF. Di sini timbul keragu-raguan akan kemurnian kebijakan reformasi IMF, sehingga timbul teka-teki, apakah IMF benar-benar tidak melihat inti permasalahannya atau berpura-pura tidak tahu? Atau IMF mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk memaksakan perubahan-perubahan yang sudah lama menjadi duri di matanya dan bagi Bank Dunia serta mewakili kepentingan-kepentingan asing? Tampaknya di balik anjuran program pemulihan kegiatan ekonomi ada titipan-titipan politik dan ekonomi dari negara-negara besar tertentu.

            Program reformasi IMF secara mencurigakan mengulang kembali tuntutan-tuntutan deregulasi ekonomi yang sudah sejak bertahun-tahun didengungkan oleh Bank Dunia dan belum sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Permintaan IMF untuk menghentikan dengan segera perlakuan pembebasan pajak dan kemudahan kredit untuk proyek mobil nasional dan IPTN adalah tepat , karena  dalam  jangka  pendek  proyek  ini akan  mengacaukan  kebijakan  pemerintah di bidang fiskal, anggaran dan moneter secara berarti. Juga saran IMF untuk menghapuskan subsidi BBM dan listrik yang kian membesar secara bertahap dalam jangka waktu tiga tahun sudah benar. Subsidi listrik relatif lebih mudah untuk dihapuskan, yakni melalui subsidi silang sehingga masyarakat berpenghasilan rendah tetap dikenakan tarif listrik yang murah dan melalui peningkatan efisiensi, misalnya penagihan yang lebih efektif. Namun penurunan subsidi BBM dan listrik oleh pemerintah secara drastis dan mendadak pada tanggal 4 Mei 1998 yang lalu mempunyai dampak yang sangat luas terhadap perekonomian rakyat kecil, meskipun kepentingan rakyat kecil sangat diperhatikan dengan adanya jaringan keselamatan sosial. Tindakan drastis ini sedikit banyak telah membantu memicu terjadinya kerusuhan-kerusuhan sosial dan politik. Yang menjadi pertanyaan di sini adalah, apakah pemerintah tidak bisa menunda kenaikan BBM dan listrik untuk beberapa bulan, menunggu keresahan masyarakat reda? Di sini pemerintah salah membaca isi dari kesepakatan dengan IMF, karena IMF menganjurkan penghapusan subsidi secara bertahap dan tidak secara mendadak. Dalam suplemen program IMF April 1998 disebutkan bahwa subsidi masih bisa diberikan kepada beberapa jenis barang yang banyak dikonsumsi oleh penduduk berpenghasilan rendah seperti bahan makanan, BBM dan listrik. Dalam situasi sekarang hampir tidak ada peluang untuk meningkatkan pajak. Baru pada tanggal 1 Oktober 1998 direncanakan subsidi akan diturunkan secara berarti. (butir 10 dan 11 dari Suplemen). Subsidi untuk bahan pangan, BBM dan listrik sudah diperhitungkan dan dinaikkan dalam anggaran pemerintah (butir 20 dari Suplemen). Membengkaknya subsidi ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kinerja yang kurang efisien, tagihan listrik dalam jumlah besar yang tidak dibayar, tetapi sebab utama karena merosotnya nilai tukar rupiah.

C. Perbedaan krisis ekonomi 97-98 dan perekonomian Indonesia 2015

            Anjloknya nilai rupiah di awal 2015 berbeda dengan saat krisis ekonomi dan moneter 1998 silam. Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang  Brodjonegoro dalam konferensi pers keterangan Perkembangan Ekonomi Indonesia Terkini, Kondisi sekarang (2015) berbeda dengan 1998, saat ini memang dolar lagi menguat, ekonomi AS sedang membaik. Jadi bukan hanya rupiah (yang melemah) tapi mata uang yang lainnya juga. Beliau berharap, masyarakat tidak panik dengan kondisi melemahnya rupiah yang saat ini mencapai level Rp13.000 per USD.

            Berdasarkan kurs transaksi BI Selasa (10/3), nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS menjadi 13.124 (kurs jual) /12.994 (kurs beli) dibandingkan dengan posisi kemarin 13.112/12.982 per dolar AS. Namun rupiah menguat terhadap euro menjadi 14.211,98/14.068,60 dibanding posisi kemarin 14.218,65/14.072,49.

            Nilai tukar rupiah juga menguat terhadap yen Jepang menjadi 10.788,33/10.679,71 dibanding posisi kemarin sebesar 10.849,81/10.740,46. Rupiah juga menguat terhadap dolar Australia menjadi 10.060,86/9.958,60 dibandingkan dengan nilai kemarin sebesar 10.093,62/9.988,35.

Pelemahan rupiah yang terjadi dengan intensitas yang tinggi saat ini, berbeda dengan kondisi krisis pada 1998.

Empat Penyebab Krisis Ekonomi Indonesia tahun 1997-1998 :

          Yang pertama, stok utang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek, telah menciptakan kondisi bagi “ketidakstabilan”.

            Yang kedua, disebabkan oleh adalah banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri. Ketika liberalisasi sistem perbankan diberlakukan pada pertengahan tahun 1980-an, mekanisme pengendalian dan pengawasan dari pemerintah tidak efektif dan tidak mampu mengikuti cepatnya pertumbuhan sektor perbankan.

            Yang ketiga, sejalan dengan makin tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi.

            Yang keempat, perkembangan situasi politik telah makin menghangat akibat krisis ekonomi, dan pada gilirannya memberbesar dampak krisis ekonomi itu sendiri.

            Faktor situasi politik merupakan hal yang paling sulit diatasi karena kegagalan dalam mengembalikan stabilitas sosial-politik  mempersulit kinerja ekonomi dalam mencapai momentum pemulihan secara mantap dan berkesinambungan.

            Beliau juga menambahkan, Penguatan USD murni mereka sedang berjaya di tahun ini, hal itu terlihat USD yang menguat terhadap hampir semua mata uang dunia, termasuk euro dan yen. Sehingga bukan hanya rupiah saja yang mengalami pelemahan.

DAFTAR PUSTAKA

  1. http://ock-t.blogspot.com/2011/12/krisis-ekonomi-di-indonesia-tahun-1997.html.
  2. http://www.academia.edu/5221392/KRISIS_MONETER_INDONESIA_SEBAB_DAMPAK_PERAN_IMF_DAN_SARAN.
  3. http://beritaekonomi-terkini.blogspot.com/2013/09/akankah-terulang-krisis-ekonomi.html.
  4. https://putracenter.wordpress.com/2009/02/10/4-penyebab-krisis-ekonomi-indonesia-tahun-1997-1998-apakah-akan-terulang-pada-krisis-ekonomi-sekarang.
  5. http://www.academia.edu/7142696/KRISIS_EKONOMI_DAN_MASA_DEPAN_EKONOMI_INDONESIA_Oleh.
  6. http://www.slideshare.net/annasherley/kelompok-3-makalah-krisis-ekonomi.
  7. http://www.academia.edu/9179660/PEREKONOMIAN_INDONESIA.
  8. https://putracenter.wordpress.com/2009/02/10/4-penyebab-krisis-ekonomi-indonesia-tahun-1997-1998-apakah-akan-terulang-pada-krisis-ekonomi-sekarang.
  9. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/09/10/0806314/Pelajaran.Krisis.1997/1998.
  10. http://beritaekonomi-terkini.blogspot.com/2013/09/akankah-terulang-krisis-ekonomi.html.
  11. http://www.tradingeconomics.com.
  12. http://www.satuharapan.com/read-detail/read/situasi-rupiah-2015-berbeda-dengan-1998.

NOTE:

PENULISAN INI UNTUK MENYELESAIKAN TUGAS KELOMPOK UNTUK MATA KULIAH
PEREKONOMIAN INDONESIA

TUGAS PEREKONOMIAN INDONESIA

PEMBAHASAN

1)    Analisis kemiskinan dengan menggunakan indek serta pendekatan distribusi pendapatan.

Kemiskinan merupakan masalah yang hampir setiap negara di dunia mengalaminya. Kemiskinan pun menjadi suatu masalah yang sulit diatasi oleh negara-negara berkembang. BAPPENAS (1993) mendefisnisikan kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Levitan (1980) mengemukakan kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.

Kemiskinan memiliki beberapa pemahaman utama, yaitu:

  • Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
  • Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
  • Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

Distribusi pendapatan adalah yang lebih luas dibandingkan kemiskinan karena cakupannya tidak hanya menganalisa populasi yang berada dibawah garis kemiskinan. Kebanyakan dari ukuran dan indikator yang mengukur tingkat distribusi pendapatan tidak tergantung pada rata-rata distribusi, dan karenanya membuat ukuran distribusi pendapatan dipertimbangkan lemah dalam menggambarkan tingkat kesejahteraan.

Ada dua indikator yang dapat digunakan untuk mengukur distribusi pendapatan suatu negara yaitu :

1)      Koefisien Gini (Gini Ratio)

Koefisien gini adalah analisis yang digunakan untuk mengukur distribusi pendapatan masyarakat pada suatu daerah atau negara pada suatu periode. Atau juga bisa diartikan sebagai rasio (perbandingan) antara luas bidang yang diarsir dengan luas segitiga OPE. Koefisien Gini biasanya diperlihatkan oleh kurva yang disebut Kurva Lorenz.

2)      Kriteria Bank Dunia

Selain koefisien gini, dalam menilai pendapatan nasional dapat menggunakan kriteria yang ditetapkan oleh Bank Dunia. Bank Dunia mengukur ketimpangan distribusi pendapatan suatu negara dengan melihat besarnya kontribusi 40% penduduk termiskin terhadap pendapatan atau pengeluaran nasional.

Berikut adalah table Indeks Gini Tahun 2005 – 2013.

gambar 1

Jadi, analisa tabel diatas dapat di simpulkan bahwa di Indonesia rata-rata mengalami kenaikan pada indeks gini dari tahun 2005-2013 yang artinya pendistribusian pendapatan di Indonesia memburuk mulai dari 2005 -2013 atau tidak merata ke semua wilayah di Indonesia sehingga mengakibatkan ke timpangan pendapatan di setiap daerah.

Contohnya seperti kota jakarta pada tahun 2005 kota jakarta mempunyai indeks gini sebesar 0,269, lalu pada tahun 2010 indeks gini  sebesar 0,360 dan tahun 2013 naik sebesar 0,433. Dapat kita lihat bahwa kota jakarta mempunyai indeks gini yang tiap tahunnya bertambah naik dan kenyataanyapun banyak daerah-daerah di jakarta yang tumbuh dengan pesat di pusat kota dan ada juga daerah-daerah di jakarta yang menjadi slum area di pinggiran ibu kota. Sehinga ketimpangan sosial maupun ekonomi di kota jakarta itu sendiri semakin jelas terlihat.

2)    Analisis distribusi fungsional.

Teori distribusi pendapatan fungsional ini pada dasarnya mempersoalkan persentase pendapatan tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit-unit usaha atau faktor produksi yang terpisah secara individual, dan membandingkannya dengan persentase pendapatan total yang dibagikan dalam bentuk sewa, bunga, dan laba (masing-masing merupakan perolehan dari tanah, modal uang, dan modal fisik).

Berikut adalah kurva distribusi pendapatan fungsional.

gambar 2

Jadi, analisis dari Kurva diatas yaitu kurva permintaan dan penawaran sebagai sesuatu yang menentukan harga per satuan (unit) dari masing-masing faktor produksi.  Apabila harga-harga unit faktor produksi tersebut dikalikan dengan kuantitas faktor produksi yang digunakan bersumber dari asumsi utilitas (pendayagunaan) faktor produksi secara efisien (sehingga biayanya berada pada taraf minimum), maka kita bisa menghitung total pembayaran atau pendapatan yang diterima oleh setiap faktor produksi tersebut.  Sebagai contoh, penawaran dan permintaan terhadap tenaga kerja dianggap akan menentukan tingkat upah. Kemudian, jika upah ini dikalikan dengan seluruh tenaga kerja yang tersedia di pasar, maka akan didapat jumlah keseluruhan pembayaran upah, yang terkadang disebut dengan total pengeluaran upah (total wage bill).

3)    Analisis kebijakan distribusi pendapatan.

Distribusi pendapatan adalah suatu keadaan yang mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil suatu negara di kalangan penduduknya. Para ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan. Keduanya digunakan untuk tujuan analisis dan kuantitatif tentang keadilan distribusi pendapatan. Kedua ukuran tersebut adalah distribusi pendapatan ukuran dan fungsional. Distribusi fungsional sudah dibahas pada no 2. Distribusi pendapatan ukuran adalah besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing masing orang. Ukuran ini menghitung jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap individu tanpa melihat sumbernya.

Ada tiga alat ukur tingkat ketimpungan pendapatan dengan bantuan distribusi ukuran, yakni Rasio Kuznets, Kurva Lorenz, dan Koefisien Gini.

A. Rasio Kuznets

Rasio ini sering dipakai sebagai ukuran tingkat ketimpangan antara dua kelompok ekstrem (sangat miskin dan sangat kaya) di suatu negara.

B. Kurva Lorenz

Kurva Lorenz menunjukkan hubungan kuantitatif aktual antara presentase penerimaan pendapatan dengan presentase pendapatan total yang benar benar mereka terima.

gambar 3

Ket. Kurva:

  • Sumbu Horizontal menunjukkan jumlah penerima pendapatan dalam presentase kumulatif
  • Sumbu Vertikal menunjukkan pangsa pendapatan yang diterima oleh masing masing presentase jumlah penduduk
  • Semakin jauh Kurva Lorenz dari garis diagonal (garis kemerataan), maka semakin tinggi pula derajat ketidakmerataan yang ditunjukkan. Begitu juga sebaliknya.
  1. Koefisien Gini

Koefisien Gini adalah suatu ukuran singkat mengenai ketidakmerataan distribusi pendapatan dalam suatu negara. Gini diperoleh dari menghitung luas daerah antara garis diagonal (kemerataan sempurna) dengan kurva Lorenz dibanding dengan luas total dari separuh bujur sangkar dimana kurva lorenz itu berada.

gambar 4

G1   = Perkiraan nilai G

Xk    = Kumulatif proporsi populasi

Yk*  = Kumulatif proporsi income / pendapatan

*Yk diurutkan dari kecil ke besar

Tabel Distribusi Ukuran Pendapatan Perorangan di Satu Negara Berdasarkan Pangsa Pendapatan – Kuintil dan Desil

Individu Pendapatan/orang

(unit uang)

Pangsa (%)

Kuintil

Pangsa (%)

Desil

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

0,8

1,0

1,4

1,8

1,9

2,0

2,4

2,7

2,8

3,0

3,4

3,8

4,2

4,8

5,9

7,1

10,5

12,0

13,5

15,0

5

9

13

22

51

1,8

3,2

3,9

5,1

5,8

7,2

9,0

13,0

22,5

28,5

Total (pendapatan nasional)    100 100 100
Catatan:  Ukuran ketimpangan = jumlah pendapatan dari 40 persen rumah tangga termiskin dibagi dengan jumlah pendapatan dari 20 persen rumah tangga terkaya = 14/51 = 0,28.

4)    Analisis fakta kemiskinan menggunakan data dan telaah kebijakan.      Dalam tabel tersebut, semua penduduk negara tersebut diwakili oleh 20 individu (atau lebih tepatnya rumah tangga). Kedua puluh rumah tangga tersebut kemudian diurutkan berdasarkan jumlah pendapatannya per tahun dari yang terendah (0,8 unit), hingga yang tertinggi (15 unit). Adapun pendapatan total atau pendapatan nasional yang merupakan penjumlahan dari pendapatan semua individu adalah 100 unit, seperti tampak pada kolom 2 dalam tabel tersebut. Dalam kolom 3, segenap rumah tangga digolong-golongkan menjadi 5 kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 individu atau rumah tangga. Kuintil pertama menunjukkan 20 persen populasi terbawah pada skala pendapatan. Kelompok ini hanya menerima 5 persen (dalam hal ini adalah 5 unit uang) dari pendapatan nasional total. Kelompok kedua (individu 5-8) menerima 9 persen dari pendapatan total. Dengan kata lain, 40 persen populasi terendah (kuintil 1 dan 2) hanya menerima 14 persen dari pendapatan total, sedangkan 20 persen teratas (kuintil ke lima) dari populasi menerima 51 persen dari pendapatan total.

Berikut ini adalah data/ grafik stastistik kemiskinan di Indonesia dari tahun 1996 – 2013

gambar 5

Jadi, grafik di atas menunjukan bahawa Negara Indonesia mengalami penurunan angka kemiskinan yang signifikan tiap tahun nya. walaupun, pada tahun 1998 indonesia mengalami lonjakan angka kemiskinan yang tinggi yaitu mencapai 24,23 %. Lalu setelah tahun 1998, Indonesia baru mengalami penurunan sedikit demi sedikit dan sempat naik di angka 17,75 pada tahun 2006. Namun kenaikan tersebut dan menurun dari tahun 2007 sampai 2013 yang berakhir pada posisi 11,37 %. Penurunan ini disebabkan karena perekonomian Indonesia yang mulai membaik setelah zaman reformasi. Lalu semakin canggihnya teknologi dan kemajuan kualiatas SDA juga menyebabkan kemiskinan di Indonesia menurun.

5)    Analisis pembagian daerah, otonomi, serta hubungan antara keduanya.

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sudah diselenggarakan lebih dari satu dasawarsa. Otonomi daerah untuk pertama kalinya mulai diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang hingga saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tersebut telah mengakibatkan perubahan dalam sistem pemerintahan di Indonesia yang kemudian juga membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat di berbagai bidang.

Secara konseptual, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan utama yaitu :

1)      Tujuan politik

Tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah diantaranya adalah upaya untuk mewujudkan demokratisasi politik melalui partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

2)      Tujuan administratif

Tujuan administratif yang ingin dicapai melalui pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan daerah, termasuk sumber kuangan, serta pembaharuan manajemen birokrasi pemerintahan di daerah.

3)      Tujuan ekonomi.

Tujuan ekonomi yang ingin dicapai dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah terwujudnya peningkatan Indeks pembangunan manusia sebagai indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Dalam konsep otonomi daerah, pemerintah dan masyarakat di suatu daerah memiliki peranan yang penting dalam peningkatan kualitas pembangunan di daerahnya masing-masing. Faktor-faktor penting untuk mewujudkan tujuan pelaksanaan otonomi daerah yang perlu diperhatikan, antara lain :

  • faktor manusia yang meliputi kepala daerah beserta jajaran dan pegawai, seluruh anggota lembaga legislatif dan partisipasi masyarakatnya.
  • Faktor keuangan daerah, baik itu dana perimbangan dan pendapatan asli daerah, yang akan mendukung pelaksanaan pogram dan kegiatan pembangunan daerah.
  • Faktor manajemen organisasi atau birokrasi yang ditata secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan pengembangan daerah.

Jadi, hubungan otonomi dan pembagian daerah adalah suatu daerah dapat mempunyai batasan wilayah sendiri dan otonomilah yang berfungsi sebagai landasan untuk bisa mengatur daerahnya sendiri atau mengelola daerahnya berserta sumber dayanya sendiri dan mandiri. Sehinga daerah tersebut dapat menghasikan pendapatannya sendiri.

6)    Analisis perbedaan otonomi pada tingkat provinsi dan kabupaten.

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

* Pemerintahan Daerah Provinsi terdiri atas Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi.

* Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kotaterdiri atas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan DPRDKabupaten/Kota

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.

Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Sekretariat daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD mempunyai tugas:

  1. Menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD
  2. Menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD
  3. Mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD
  4. Menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.

Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah. Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah. Kepala badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah tersebut bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.

Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota.

7)    Analisis prinsip-prinsip pembiayaan pemerintah daerah.

Struktur pembiayaan daerah mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut.

  1. Pembiayaan dirinci menurut Kelompok, Jenis dan Obyek Pembiayaan.
  2. Kelompok Pembiayaan terdiri atas: Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah.
  3. Kelompok Pembiayaan dirinci lebih lanjut ke dalam Jenis Pembiayaan. MisalnyaKelompok Pembiayaan Penerimaan Daerah dirinci lebih lanjut ke dalam jenispembiayaan antara lain berupa: sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, transfer dari dana cadangan, penerimaan pinjaman dan obligasi dan penjualan aset Daerah yangdipisahkan.
  4. Jenis Pembiayaan dirinci lebih lanjut ke dalam Obyek Pembiayaan. Misal JenisPembiayaan: penerimaan pinjaman dan obligasi dirinci lebih lanjut dalam obyekpembiayaan antara lain berupa: pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.

8)    Analisis sumber-sumber potensial pendapatan daerah.

Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu (UU.No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah), pendapatan daerah berasal dari penerimaan dari dana perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta lain-lain pendapatan yang sah.

Perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah adalah sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. (UU.No 32 Tahun 2004).

Pengeritan pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

      Menurut Nurcholis (2007:182), pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperopleh daerah dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain yang sah.

      Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah adalah semua penerimaan keuangan suatu daerah, dimana penerimaan keuangan itu bersumber dari potensi-potensi yang ada di daerah tersebut misalnya pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain, serta penerimaan keuangan tersebut diatur oleh peraturan daerah.

Adapun sumber-sumber pendapatan asli  menurut Undang-Undang RI No.32 Tahun 2004 yaitu:

1)      Pendapatan asli daerah (PAD) yang terdiri dari :

  1. Hasil pajak daerah yaitu Pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak daerah sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang hasilnya digunakan untuk pengeluaran umum yang balas jasanya tidak langsung diberikan sedang pelaksanannya bisa dapat dipaksakan.
  2. Hasil retribusi daerah yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan. Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat yaitu pelaksanaannya bersifat ekonomis, ada imbalan langsung walau harus memenuhi persyaratan-persyaratan formil dan materiil, tetapi ada alternatif untuk mau tidak membayar, merupakan pungutan yang sifatnya budgetetairnya tidak menonjol, dalam hal-hal tertentu retribusi daerah adalah pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat.
  3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan,sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan dareah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan kemamfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah.
  4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusli daerah, pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam kegitan tersebut bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu.

2)      Dana perimbangan diperoleh melalui bagian pendapatan daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan baik dari pedesaan, perkotaan, pertambangan sumber daya alam dan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.

3)      Lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah pendapatan daerah dari sumber lain misalnya sumbangan pihak ketiga kepada daerah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

9)    Analisis sumber pendapatan daerah yang berasal dari pinjaman.

Konsep dasar pinjaman daerah dalam PP 54/2005 dan PP 30/2011 pada prinsipnya diturunkan dari UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, untuk memberikan alternatif sumber pembiayaan bagi pemerintah daerah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, maka pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman. Namun demikian, mengingat pinjaman memiliki berbagai risiko seperti risiko kesinambungan fiskal, risiko tingkat bunga, risiko pembiayaan kembali, risiko kurs, dan risiko operasional, maka Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal nasional menetapkan batas-batas dan rambu-rambu pinjaman daerah.

Selain itu, dalam UU 17/2003 tentang Keuangan Negara bab V mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, serta Pemerintah/Lembaga Asing disebutkan bahwa selain mengalokasikan Dana Perimbangan kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah. Dengan demikian, pinjaman daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Beberapa prinsip dasar dari pinjaman daerah di antaranya sebagai berikut:

1) Pemerintah Daerah dapat melakukan Pinjaman Daerah.

2) Pinjaman Daerah harus merupakan inisiatif Pemerintah Daerah dalam rangka      melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah.

3) Pinjaman daerah merupakan alternatif sumber pendanaan APBD yang digunakan untuk  menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan, dan/atau kekurangan kas.

4) Pemerintah Daerah dilarang melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri.

5) Pemerintah Daerah tidak dapat memberikan jaminan terhadap pinjaman pihak lain.

6) Pinjaman Daerah dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara pemberi pinjaman  dan Pemerintah Daerah sebagai penerima pinjaman yang dituangkan dalam perjanjian  pinjaman.

7) Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan jaminan pinjaman  daerah.

8) Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam  proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.

9) Seluruh penerimaan dan pengeluaran dalam rangka Pinjaman Daerah dicantumkan dalam  APBD.

Persyaratan umum bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan pinjaman adalah sebagai berikut:

Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. Penerimaan umum APBD tahun sebelumnya adalah seluruh penerimaan APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang kegunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu.

Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah. Nilai rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (Debt Service Coverage Ratio/DSCR) paling sedikit 2,5 (dua koma lima). DSCR dihitung dengan rumus sebagai berikut:

DSCR = (PAD + (DBH – DBHDR) + DAU) – BW ≥ 2,5

Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain

Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah harus tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah.

Khusus untuk Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan dari DPRD.

Pinjaman Daerah bersumber dari:

1) Pemerintah Pusat, berasal dari APBN termasuk dana investasi Pemerintah, penerusan  Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penerusan Pinjaman Luar Negeri.

2) Pemerintah Daerah lain.

3) Lembaga Keuangan Bank, yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat  kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4) Lembaga Keuangan Bukan Bank, yaitu lembaga pembiayaan yang berbadan hukum  Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik  Indonesia.

5) Masyarakat, berupa Obligasi Daerah yang diterbitkan melalui penawaran umum kepada  masyarakat di pasar modal dalam negeri.

SUMBER :

  1. http://vithatweet.blogspot.com/2013/05/distribusi-pendapatan-nasional-dan.html
  2. http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2014/06/21/ketimpangan-distribusi-pendapatan-penduduk-dan-produktivitas-di-indonesia-659829.html
  3. http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2014/06/21/ketimpangan-distribusi-pendapatan-penduduk-dan-produktivitas-di-indonesia-659829.html
  4. http://dedysuarjaya.blogspot.com/2010/09/distribusi-pendapatan.html
  5. http://nugroho-sbm.blogspot.com/2012/11/penyebab-ketimpangan-distribusi.html
  6. http://otonomidaerah.com/pelaksanaan-otonomi-daerah/
  7. https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100330061203AAH60ua
  8. http://wilytjeme.blogspot.com/2012/10/manajemen-pembiayaan-daerah.html
  9. http://sonnylazio.blogspot.com/2012/06/pengertian-dan-sumber-sumber-pendapatan.html
  10. http://sonnylazio.blogspot.com/2012/06/pengertian-dan-sumber-sumber-pendapatan.html

TANTANGAN DAN PELUANG BISNIS DI TAHUN 2

Peluang dan Tantangan Indonesia Pada ASEAN Economic Community 2015

Komunitas ASEAN 2015

Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan sebuah organisasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang didirikan di Bangkok, Thailand, pada 8 Agustus1967 berdasarkan Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.

Selama lebih dari empat dekade ASEAN telah mengalami banyak perubahan dan perkembangan yang positif dan signifikan menuju tahapan baru yang lebih integratif dan berwawasan ke depan dengan dibentuknya Komunitas ASEAN (ASEAN Community) pada tahun 2015. Hal ini diperkuat dengan disahkannya Piagam ASEAN (ASEAN Charter) yang secara khusus akan menjadi landasan hukum dan landasan jati diri ASEAN ke depannya.

Pembentukan Komunitas ASEAN diawali dengan komitmen para pemimpin ASEAN dengan ditandatanganinya ASEAN Vision 2020 di Kuala Lumpur pada tahun 1997 yang mencita-citakan ASEAN sebagai suatu komunitas yang berpandangan maju, hidup dalam lingkungan yang damai, stabil dan makmur, serta dipersatukan oleh hubungan kemitraan.

Tekad untuk membentuk Komunitas ASEAN kemudian dipertegas lagi pada KTT ke-9 ASEAN di Bali pada tahun 2003 dengan ditandatanganinya ASEAN Concord II. ASEAN Concord II yang menegaskan bahwa ASEAN akan menjadi sebuah komunitas yang aman, damai, stabil, dan sejahtera pada tahun 2020.

Bahkan, pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, pada Januari 2007, komitmen untuk mewujudkan Komunitas ASEAN dipercepat dari tahun 2020 menjadi tahun 2015 dengan ditandatanganinya “Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015”. Tujuan dari pembentukan Komunitas ASEAN adalah untuk lebih mempererat integrasi ASEAN dalam menghadapi perkembangan konstelasi politik internasional. ASEAN menyadari sepenuhnya bahwa ASEAN perlu menyesuaikan cara pandangnya agar dapat lebih terbuka dalam menghadapi permasalahan-permasalahan internal dan eksternal.

Negara-negara ASEAN memproklamirkan pembentukan komunitas ASEAN (ASEAN Community) yang terdiri atas tiga pilar yaitu: Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community/ASC), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC), dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community/ASCC). Tiga pilar pendukung tersebut akan menjadi paradigma baru yang akan menggerakkan kerjasama ASEAN ke arah sebuah komunitas dan identitas baru yang lebih mengikat.

Dari ketiga pilar tersebut, Indonesia saat ini mengedepankan pembangunan komunitas ekonomi ASEAN/masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 (ASEAN Economic Community/AEC).

Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC – ASEAN Economic Community 2015)

AEC 2015 akan diarahkan kepada pembentukan sebuah integrasi ekonomi kawasan dengan mengurangi biaya transaksi perdagangan, memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis, serta meningkatkan daya saing sektor UMKM. Pemberlakuan AEC 2015 bertujuan untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, berdaya saing tinggi, dan secara ekonomi terintegrasi dengan regulasi efektif untuk perdagangan dan investasi, yang di dalamnya terdapat arus bebas lalu lintas barang, jasa, investasi, dan modal serta difasilitasinya kebebasan pergerakan pelaku usaha dan tenaga kerja. Implementasi AEC 2015 akan berfokus pada 12 sektor prioritas, yang terdiri atas tujuh sektor barang (industri pertanian, peralatan elektonik, otomotif, perikanan, industri berbasis karet, industri berbasis kayu, dan tekstil) dan lima sektor jasa (transportasi udara, pelayanan kesehatan, pariwisata, logistik, dan industri teknologi informasi atau ­e-ASEAN).

 

Untuk dapat memainkan peranan dalam AEC, diperlukan persiapan yang matang dengan memperhatikan peluang yang dimiliki dan tantangan yang dihadapi serta langkah strategi yang harus disiapkan.

Peluang AEC 2015

Pembentukan AEC akan memberikan peluang bagi negara-negara anggota ASEAN untuk memperluas cakupan skala ekonomi, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi, meningkatkan daya tarik sebagai tujuan bagi investor dan wisatawan, mengurangi biaya transaksi perdagangan, serta memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis. Di samping itu, pembentukan AEC juga akan memberikan kemudahan dan peningkatan akses pasar intra-ASEAN serta meningkatkan transparansi dan mempercepat penyesuaian peraturan- peraturan dan standardisasi domestik.

Beberapa potensi Indonesia untuk merebut persaingan AEC 2015, antara lain:

  1. Indonesia merupakan pasar potensial yang memiliki luas wilayah dan jumlah penduduk yang terbesar di kawasan (40% dari total penduduk ASEAN). Hal ini dapat menjadikan Indonesia sebagai negara ekonomi yang produktif dan dinamis yang dapat memimpin pasar ASEAN di masa depan  dengan kesempatan penguasaan pasar dan investasi.
  2. Indonesia merupakan negara tujuan investor ASEAN. Proporsi investasi negara ASEAN di Indonesia mencapai 43% atau hampir tiga kali lebih tinggi dari rata-rata proporsi investasi negara-negara ASEAN di ASEAN yang hanya sebesar 15%.
  3. Indonesia berpeluang menjadi negara pengekspor, dimana nilai ekspor Indonesia ke intra-ASEAN hanya 18-19% sedangkan ke luar ASEAN berkisar 80-82% dari total ekspornya, Hal ini berarti peluang untuk meningkatkan ekspor ke intra-ASEAN masih harus ditingkatkan agar laju peningkatan ekspor ke intra-ASEAN berimbang dengan laju peningkatan impor dari intra-ASEAN.
  4. Liberalisasi perdagangan barang ASEAN akan menjamin kelancaran arus barang untuk pasokan bahan baku maupun bahan jadi di kawasan ASEAN karena hambatan tarif dan non-tarif sudah tidak ada lagi. Kondisi pasar yang sudah bebas di kawasan dengan sendirinya akan mendorong pihak produsen dan pelaku usaha lainnya untuk memproduksi dan mendistribusikan barang yang berkualitas secara efisien sehingga mampu bersaing dengan produk-produk dari negara lain. Di sisi lain, para konsumen juga mempunyai alternatif pilihan yang beragam yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, dari yang paling murah sampai yang paling mahal. Indonesia sebagai salah satu negara besar yang juga memiliki tingkat integrasi tinggi di sektor elektronik dan keunggulan komparatif pada sektor berbasis sumber daya alam, berpeluang besar untuk mengembangkan industri di sektor-sektor tersebut di dalam negeri.
  5. Indonesia sebagai negara dengan jumlah populasi terbesar akan memperoleh keunggulan tersendiri, yang disebut dengan bonus demografi. Perbandingan jumlah penduduk produktif Indonesia dengan negara-negara ASEAN lain adalah 38:100, yang artinya bahwa setiap 100 penduduk ASEAN, 38 adalah warga negara Indonesia. Bonus ini diperkirakan masih bisa dinikmati setidaknya sampai dengan 2035, yang diharapkan dengan jumlah penduduk yang produktif akan mampu menopang pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan per kapita penduduk Indonesia.

Tantangan AEC 2015

Untuk dapat menangkap keuntungan dari AEC 2015 tantangan yang dihadapi Indonesia adalah meningkatkan daya saing. Faktor-faktor untuk meningkatkan daya saing, yang masih menjadi tantangan bagi Indonesia, yakni:

  • Infrastruktur
    Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2013/2014 yang dibuat oleh World Economic Forum (WEF), daya saing Indonesia berada pada peringkat ke-38. Sementara itu kualitas infrastruktur Indonesia menempati peringkat ke-82 dari 148 negara atau berada pada peringkat ke-5 diantara negara-negara inti ASEAN. Hal ini menunjukkan bahwa infrastruktur Indonesia masih jauh tertinggal.

    Beberapa infrastruktur yang harus disiapkan Indonesia menjelang AEC 2015, antara lain: darat, berupa jejaring jalan ASEAN dan jalur rel kereta Kunming-Singapura; laut, berupa jejaring perhubungan laut; udara, berupa jalur pengiriman udara; teknologi informasi, berupa jaringan komunikasi; dan energi, berupa keamanan energi.

    Beberapa infrastruktur yang telah dibangun, meliputi: penataan pelabuhan Tanjung Priok; pembangunan bandara internasional Lombok Praya dengan rute internasional Malaysia, Singapura, Australia, dan Hongkong (menyusul); Sabuk Selatan Nusantara yang menghubungkan 16 pulau dari Sabang sampai Merauke (5.330 km jalan dan 1.600 km jalur laut) dan Sabuk Tengah Nusantara sepanjang 3.800 km yang menghubungkan 12 provinsi dari Sumatra Selatan hingga Papua Barat.

    Beberapa infrastruktur yang belum dibangun atau masih dalam tahap penyelesaian, yakni: Indonesia mengajukan perpanjangan jalur kereta Kunming-Singapura hingga ke Surabaya; rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda (diproyeksikan rampung 2025); dan Sabuk Utara Nusantara diproyeksikan rampung pada 2015.

    Pembangunan infrastruktur yang rendah di Indonesia, dipengaruhi oleh beberapa faktor penghambat, yakni:

  1. Anggaran infrastruktur yang rendah, hanya 2,5% dari PDB, dimana jumlah ini tidak dapat mengakomodir biaya pembebasan lahan dan biaya feasibility study serta AMDAL yang kerap muncul dalam pembangunan infrastruktur.
  2. Konflik kepentingan, seperti politik, bisnis, atau pesanan pihak-pihak tertentu dalam pembangunan infrastruktur.
  3. Koordinasi yang sulit, jika merujuk area pembangunan infrastruktur terkait dengan hutan lindung atau pertanian dimana koordinasi antara lintas kementerian dan lintas otoritas sulit dilakukan.
  • Biaya Logistik
    Dampak dari rendahnya infrastruktur berpengaruh pada semakin mahalnya biaya logistik di Indonesia. Perdagangan menjadi kurang efisien mengingat biaya logistik yang mahal dibandingkan negara anggota ASEAN lainnya, yang dibebankan sebesar 14,08%, jika dibandingkan dengan biaya logistik yang wajar sebesar 7%.

    Berdasarkan Logistic Performance Index (LPI, 2012), Indonesia menempati peringkat ke-59 dari 155 negara, di bawah peringkat Thailand, Filipina, dan Vietnam.

Dengan pengurangan biaya logistik, maka permasalahan dalam bidang perdagangan diharapkan dapat teratasi sehingga menaikkan daya saing Indonesia.

  • Sumber Daya Manusia
    Bonus demografi yang dimiliki Indonesia, tidak akan memberikan keuntungan apa pun tanpa adanya perbaikan kualitas SDM. Data dari ASEAN Productivity Organization (APO) menunjukkan dari 1000 tenaga kerja Indonesia hanya ada sekitar 4,3% yang terampil, sedangkan Filipina 8,3%, Malaysia 32,6%, dan Singapura 34,7%.

    Berdasarkan struktur pasar, tenaga kerja didominasi oleh pekerja lulusan SD (80%) sementara lulusan Perguruan Tinggi hanya 7%, dimana saat ini sebagian dunia kerja mensyaratkan lulusan Perguruan Tinggi. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan Malaysia yang sebagian besar penduduknya lulusan S1.

    Kesempatan memperoleh pendidikan secara merata di seluruh Indonesia sulit dilakukan sehingga kesadaran untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sangat rendah. Kondisi ini mengakibatkan tenaga kerja Indonesia hanya dilirik sebagai buruh atau tenaga kerja kasar di pasar tenaga kerja internasional.

  • UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah)
    Dari delapan aturan kunci (golden rules) peringkat kompetitif dunia yang dikeluarkan oleh International Institute for Management Development (IMD), salah satunya adalah dukungan terhadap UMKM. Pada masa krisis moneter, UMKM mampu bertahan dan terus berkembang, hal tersebut dapat memberikan peluang peningkatan daya saing. Namun demikian, UMKM masih berada pada area kurang diperhatikan oleh pemerintah. Ketiadaan pendampingan dari pemerintah  untuk menstandarkan produk lokal dan menginternasionalkan UMKM, membuat UMKM sulit bersaing dan kalah pada pasar lokal. Kerap kali terjadi ungkapan bagi UMKM “Unggul di Produk, Kalah di Promosi”. Keanekaragaman yang dimiliki UMKM Indonesia berpeluang untuk membentuk pasar ASEAN, salah satu contohnya adalah kerajinan tangan, furniture, makanan daerah, dan industri lainnya.
  • Pertanian
    Salah satu jantung perekonomian Indonesia adalah pertanian. Peningkatan keunggulan komparatif di sektor prioritas integrasi, antara lain adalah pembangunan pertanian perlu terus dilakukan, mengingat bahwa luas daratan yang dimiliki Indonesia lebih besar dan tingkat konsumsi yang tinggi terhadap hasil pertanian.

    Tindakan pemerintah untuk menopang komitmen Indonesia dalam mewujudkan AEC 2015 melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014  tentang Daftar Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, dipandang hanya akan memberikan keuntungan bagi pihak-pihak tertentu, bukan petani Indonesia.  Perpres tersebut mengatur mengenai:

    1. Investasi asing diperbolehkan hingga 49% untuk usaha budidaya tanaman pangan seluas lebih dari 25 hektar.
    2. Investasi asing diperbolehkan hingga 95% untuk usaha perkebunan dalam hal perbenihan bagi usaha seluas lebih dari 25 hektar.
    3. Investasi asing diperbolehkan hingga 30% untuk usaha perbenihan dan budidaya hortikultura.

    Melihat bahwa sektor pertanian masih tertinggal dan dibebani volume impor komoditas pangan dan hortikultura; kegagalan panen akibat kemarau dan gangguan hama; serta petani Indonesia rata-rata berusia 55-60 tahun dan tidak memiliki pengetahuan dan pendidikan yang memadai akan menyulitkan memasuki pasar bebas ASEAN.

    Indonesia dengan populasi luas kawasan dan ekonomi terbesar di ASEAN, dapat menggerakkan pemerintah untuk lebih tanggap terhadap kepentingan nasional, khususnya pertanian.

    Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah:
    1.   Menghitung kesiapan dan daya dukung nasional dalam menghadapi pasar bebas ASEAN. Untuk itu Perpres  No.39/2014 perlu dievaluasi mengingat sangat merugikan petani Indonesia.
    2.   Mendongkrak kapasitas produksi, kualitas pengetahuan dan permodalan agar Indonesia tidak bergantung pada impor.
    3.   Menyiapkan perlindungan bagi petani dengan penetapan tarif maksimal untuk produk impor.
    4.   Menyediakan subsidi dan pengadaan kredit lunak bagi petani guna meningkatkan kemampuan mereka memasok kebutuhan pertanain seperti benih dan pupuk.

Langkah-langkah Strategis dalam Menghadapi AEC 2015

Indonesia akan dapat ikut berperan dalam AEC jika dapat meningkatkan daya saing dan mengejar ketertinggalan dari negara anggota ASEAN lainnya. Untuk itu, diperlukan suatu langkah-langkah strategis, di antaranya:

  1. Penyesuaian, persiapan dan perbaikan regulasi baik secara kolektif maupun individual (reformasi regulasi);
  2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaha ataupun profesional;
  3. Penguatan posisi usaha skala menegah, kecil, dan usaha pada umumnya;
  4. Penguatan kemitraan antara sektor publik dan swasta;
  5. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi, yang juga merupakan tujuan utama pemerintah dalam program reformasi komprehensif di berbagai bidang seperti perpajakan, kepabeanan, dan birokrasi;
  6. Pengembangan sektor-sektor prioritas yang berdampak luas dan komoditi unggulan;
  7. Peningkatan partisipasi institusi pemerintah maupun swasta untuk mengimplementasikan AEC Blueprint;
  8. Reformasi kelembagaan dan kepemerintahan. Pada hakikatnya AEC Blueprint juga merupakan program reformasi bersama yang dapat dijadikan referensi bagi reformasi di Negara Anggota ASEAN termasuk Indonesia;
  9. Penyediaan kelembagaan dan permodalan yang mudah diakses oleh pelaku usaha dari berbagai skala;
  10. Perbaikan infrastruktur fisik melalui pembangunan atau perbaikan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, jalan tol, pelabuhan, revitalisasi, dan restrukturisasi industri.

Kesimpulan

AEC adalah bentuk integrasi ekonomi regional yang direncanakan untuk dicapai pada tahun 2015. Tujuan utama dari AEC 2015 adalah menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi dimana terjadi arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas serta aliran modal yang lebih bebas.

Keterlibatan semua pihak di seluruh negara anggota ASEAN mutlak diperlukan agar dapat mewujudkan ASEAN sebagai kawasan yang kompetitif bagi kegiatan investasi dan perdagangan bebas yang pada gilirannya dapat memberikan manfaat bagi seluruh negara ASEAN. Bagi Indonesia, dengan jumlah populasi, luas dan letak geografi serta nilai PDB terbesar di ASEAN harus menjadi aset agar Indonesia bisa menjadi pemain besar dalam AEC 2015 nanti.

Strategi dan persiapan yang selama ini telah dilakukan oleh para stakeholder yang ada di Indonesia dalam rangka menghadapi sistem liberalisasi yang diterapkan oleh ASEAN, terutama dalam kerangka integrasi ekonomi memang dirasakan masih kurang optimal. Namun hal tersebut memang dilandaskan isu-isu dalam negeri yang membutuhkan penanganan yang lebih intensif. Di samping itu, seiring perkembangan waktu, Indonesia dengan potensi sumber daya yang melimpah membawa pergerakannya ke arah yang lebih maju lagi.

Referensi :

http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=7911

@america

@AMERICA

IMG_20150109_223525[1]

Hai blogger, kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya ke tempat yang bernama @america. Tempat ini merupakan salah satu pusat replika budaya Amerika Serikat. Di @america kalian bisa menemui teknologi tinggi dan belajar lebih banyak tentang Amerika Serikat. @america didirikan pada bulan Desember 2010, dengan tujuan mengenalkan Amerika Serikat melalui diskusi, pertunjukan budaya, debat, kompetisi, dan pameran, selain itu kita akan merasakan tentang idealisme, kreativitas, dan keanekaragaman yang ada di Amerika.

Berlokasi di pusat Central Business District Sudirman, kalian bisa mengunjunginya di jl. Jendral Sudirman Kav. 52-53, Kebayoran Baru tepatnya di Mal Pacific Place Lt.3 #325.

Jam buka

  • Hari – 7 hari seminggu
  • Jam – 10.00 – 21.00
  • Biaya masuk – gratis

Pusat kebudayaan @america buka 365 hari dalam setahun, termasuk hari libur.

Fitur – Maksimalkan Kunjungan Anda
Mulai dari platform multimedia sampai program tematik serta para e-guide @america yang sarat dengan pengetahuan, @america menawarkan pengunjung berbagai bantuan untuk memperkaya kunjungannya. Untuk membuat kunjungan kalian semakin seru, @america menawarkan berbagai fasilitas, salah satunya adalah Information Desk, sebuah Membership Counter, dan photo booth.

Media Interaktif – Pengantar
Dengan serangkaian media yang interaktif, @america memungkinkan pengunjungnya untuk mempelajari Amerika Serikat secara mendalam. Sebagai tambahan, para pengunjung dapat mengakses koleksi survey, kuis, dan permainan puzzle melalui teknologi mutakhir yang tersedia di @america secara gratis.

Sistem keamanan di @america juga sangat ketat. Pertama – tama pengunjung diperiksa dengan metal detektor sebanyak dua kali. Seluruh barang bawaan dan tas wajib dititipkan di loker transparan sebelum memasuki ruangnya. Pengunjung tidak diperkenankan membawa makanan atau minuman ke dalam.

Banyak sekali yang saya dapatkan saat berkunjung ke @america, kebudayaan, lingkungan, teknologi, pendidikan, dan yang lainnya. Pertama pada saat saya masuk ke dalam @america, ruangannya sejuk, unik, menarik, dan nyaman. Di dalam @america tedapat Google Earth berukuran besar, popcorn gratis, serta permainan games pun ada. Disana juga diputarkan VCR tentang Amerika, kemudian film-film dari sutradara yang tekenal di Amerika.

Dari kunjungan saya ke tempat @america tersebut, bisa diambil manfaatnya buat kampus saya yaitu Universitas Gunadarma bahwa tempatnya sangat bersih dan tidak ada sampah berserakan, dan saya berharap para mahasiswa Gunadarma akan sadar untuk menjaga kebersihan. Kemudian di @america memiliki teknologi yang canggih – canggih, semoga mahasiswa Gunadarma dapat mencontoh dan memotivasikan dirinya untuk membuat teknologi yang lebih canggih daripada yang ada di @america.

IMG_20150109_223532

IMG_20150109_223606

sudah dulu yah, mungkin cuma pengalaman singkat ini yang dapat saya sampaikan saat bekunjung ke tempat @america.

Review Jurnal Mengenai Teknologi Informasi Akuntansi

Penerapan Software Teknologi Informasi Akuntansi Dalam Perusahaan

Abstraksi

Perkembangan teknologi informasi sangat berpengaruh dalam dunia bisnis. Terutama kepada perusahaan yang sangat membutuhkan perkembangan teknologi informasi, apalagi perkembangan di bidang akuntansi. Banyak persoalan yang dihadapi oleh perusahaan mulai dari sektor efisien dalam produktifitas, penghematan waktu agar dapat bersaing, dan juga penghematan biaya. Dengan persoalan inilah setiap perusahaan membutuhkan kebutuhan terhadap bidang akuntansi manajemen yang bertugas untuk menghasilkan informasi dalam perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Dengan itu, kebutuhan akan informasi menjadi meningkat untuk mengetahui apakah perusahaan akan merugi atau menguntungkan.

Pendahuluan

Sistem informasi akuntansi pada suatu perusahaan memiliki dua subsistem, yaitu sistem akuntansi manajemen dan sistem akuntansi keuangan.

Tujuan Akuntansi Manajemen :

  1. Membantu manajemen untuk membuat  suatu keputusan.
  2. Membantu manajemen dalam melaksanakan fungsi perencanaan seperti; mengidentifikasi tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.
  3. Membantu manajemen dalam menjawab berbagai masalah yang terjadi di dalam perusahaan.
  4. Membantu manajemen dalam melaksanakan fungsi pengendalian.
  5. Membantu manajemen dalam sistem kegiatan untuk menjalankan rencana yang telah dibentuk.
Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat sekarang ini memberikan banyak kemudahan pada berbagai aspek kegiatan bisnis. Peranan teknologi informasi dalam berbagai aspek kegiatan bisnis dapat dipahami karena sebagai sebuah teknologi yang menitik beratkan pada pengaturan sistem informasi dengan penggunaan komputer, yang dapat memenuhi kebutuhan informasi dunia bisnis dengan sangat cepat, tepat waktu, relevan, dan akurat.
Teknologi informasi turut berkembang sejalan dengan perkembang peradaban manusia.
Perkembangan TI tidak hanya mempengaruhi dunia bisnis, tetapi juga bidang – bidang lain, seperti kesehatan, pendidikan, pemerintahan, dan lain-lain. Kemajuan TI juga berpengaruh signifikan pada perkembangan akuntansi. Semakin maju TI semakin banyak pengaruhnya pada bidang akuntansi.
Perkembangan teknologi informasi, terutama pada era informasi berdampak signifikan terhadap Sistem Informasi Akuntansi (SIA) dalam suatu perusahaan. Dampak yang dirasakan secara nyata adalah pemrosesan data yang mengalami perubahan dari sistem manual ke sistem komputer dan bermunculannya software – software untuk akuntansi yang dapat mempermudah dalam membuat laporan keuangan. Perkembangan SIA berbasis komputer sangat mempengaruhi dalam menghasilkan laporan keuangan.
Salah satu jenis software akuntansi :
MYOB (Mind Your Own  Business) Accounting merupakan software olah data akuntansi secara terpadu (integrated software), yaitu proses pencatatan data transaksi akuntansi dilakukan dengan cara mengentri data transaksi melalui media formulir yang terdapat dalam command centre, kemudian program MYOB akan memproses secara otomatis, cepat, tepat, dan terpadu ke dalam seluruh catatan akuntansi dan berakhir dengan laporan keuangan. MYOB Accounting dapat diterapkan pada berbagai jenis perusahaan, baik bidang jasa, dagang (retail) maupun industri (pengolahan), dan pertanian serta usaha-usaha yang lain.

Software ini dibuat oleh MYOB Limited Australia dan sudah dipakai di berbagai Negara, baik di Eropa, Amerika, Kanada, dan Asia. MYOB merupakan salah satu aplikasi pembukuan terintegrasi dengan jumlah pengguna terbanyak di dunia selain Quickbooks dan rangkaian produk dari Sage Group.

Kelebihan dari MYOB :

  • User friendly (mudah digunakan), bahkan oleh orang awam yang tidak mempunyai pengetahuan mendasar tentang akuntansi.
  • Tingkat keamanan yang cukup valid untuk setiap user.
  • Kemampuan eksplorasi semua laporan ke program Excel tanpa melalui proses ekspor / impor file yang merepotkan.
  • Kemampuan trash back semua laporan ke sumber dokumen dan sumber transaksi.
  • Dapat diaplikasikan untuk 105 jenis perusahaan yang telah direkomendasikan.
  • Menampilkan laporan keuangan komparasi (perbandingan) serta menampilkan analisis laporan dalam bentuk grafik.
  • Mudah dipahami dan digunakan, sehingga bisa diajarkan kepada siswa SMK/SMA dan mahasiswa, maupun dipelajari oleh user secara mandiri untuk aplikasi langsung dalam pengelolaan perusahaan.
  • Bisa diterapkan untuk jenis usaha yang ada di Indonesia, baik untuk skala kecil, menengah, dan besar.
  • MYOB akan menggunakan server – based untuk databasenya sehingga optimalisasi pengolahan data lebih realistis.

Kekurangan dari MYOB :

  • Tidak ada module fixed assets, sehingga apabila perusahaan memerlukan modul untuk mengelola assets yang dimiliki maka harus membeli add on lagi.
  • Tidak ada module Intercompany Reporting, sehingga apabila perusahaan memerlukan modul untuk membuat laporan keuangan konsolidasi maka harus membeli add on lagi.
  • Kelemahan Multi Warehouse yang mengakibatkan pengelolaan atas barang konsinyasi relatif sulit dikelola di dalam MYOB.
  • Tidak dapat digunakan untuk mengelola perusahaan dengan multi company, artinya laporan konsolidasi tidak dapat diharapkan dapat dibuat dengan menggunakan MYOB.
  • Database MYOB merupakan file based sehingga kurang optimal jika digunakan untuk transaksi yang besar dan kompleks.

Kesimpulan :

Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat sekarang ini memberikan banyak kemudahan pada berbagai aspek kegiatan bisnis. Terutama di bidang akuntansi karena sekarang sudah banyak software – software akuntansi yang dapat memudahkan pekerjaan para akuntan. Selain itu penggunaan software akuntansi menjadi lebih efisian, menghemat waktu dan biaya, dan juga relevan. Perkembangan teknologi informasi semankin canggih di dunia ini berdampingan dengan perkembangan zaman yang semakin modern / canggih.

Daftar Pustaka ;

sumber : http://galihpermanasidikk.blogspot.com/2012/06/peran-teknologi-informasi-dalam.html

sumber : http://yudhislibra.wordpress.com/2010/09/30/macam-macam-jenis-software-akuntansi-berikut-dengan-kelebihan-dan-kekurangannya/

sumber : http://rezakusuma15.blogspot.com/2012/07/jurnal-mengenai-teknologi-informasi-di.html